Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PEKANBARU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
23/Pid.Pra/2023/PN Pbr 1.DELFAMER ALEXANDER SIMBOLON
2.MAKMUR SIBUEA Als BUEA
KEPALA KEPOLISIAN RESOR KOTA PEKANBARU Cq KASAT RESKRIM SELAKU PENYIDIK Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 25 Okt. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penggeledahan
Nomor Perkara 23/Pid.Pra/2023/PN Pbr
Tanggal Surat Selasa, 24 Okt. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1DELFAMER ALEXANDER SIMBOLON
2MAKMUR SIBUEA Als BUEA
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN RESOR KOTA PEKANBARU Cq KASAT RESKRIM SELAKU PENYIDIK
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
Dengan ini, Pemohon mengajukan Permohonan Praperadilan atas pelanggaran-pelanggaran Hak-hak Asasi Para Pemohon serta tidak terpenuhinya syarat formil dan materil  terhadap Penggeledahan, Penetapan Tersangka, Penangkapan dan Penahanan  terhadap diri Para Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP Jo. Putusan Makamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, yang dilakukan oleh ;--------------------------------------------------------------------
 
KEPALA KEPOLISIAN RESOR KOTA PEKANBARU Cq KASAT RESKRIM SELAKU PENYIDIK yang beralamat di Jl. Jenderal Ahmad Yani 11 Pekanbaru 28151 selanjutnya disebut sebagai,--------------------------------------------------TERMOHON PRAPERADILAN ;
Untuk mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai Tersangka, Tidak sahnya Penggeledahan, Penangkapan serta Penahanan dalam dugaan Secara bersama-sama dimuka umum melakukan kekerasan terhadap orang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHPidana oleh Kepala Kepolisian Resor Kota Pekanbaru,---
1. DEFALMER ALEXANDER SIMBOLON als ALEX Pemohon II ditetapkan sebagai Tersangka dalam Surat  Nomor: SP. Pgl./ 351/ X/ RES.1.6/ 2023/ Reskrim, ditangkap sebagaimana Surat Nomor: Sp. Kap/ 238/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim, dan ditahan sebagaimana Surat Nomor: Sp. Han / 226/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim
2. MAKMUR SIBUE Als BUEA Als BUEA Pemohon I ditetapkan sebagai Tersangka dalam Surat  Nomor: SP. Pgl./ 350/ X/ RES.1.6/ 2023/ Reskrim, ditangkap sebagaimana Surat Nomor: Sp. Kap/ 239/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim, dan ditahan sebagaimana Surat Nomor: Sp. Han / 227/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim
Untuk tengaknya hukum, pemeriksaan tindak Pidana yang seimbang  dan adil maka akan terlebih dahulu akan Pemohon uraikan Kronologi karna Pemohon tidak Pernah diperiksa sebagai Calon Tesangka : 
1. Bahwa Pemohon I pada hari minggu tanggal 10 September 2023 sekitar pukul 00.30 Wib, saat itu saudra Mangapul Aritonang berjalan kaki dari kedai kopi santai samosir dan melewati Café Milik Sdr. Winarto Bakara, sesampainya didepan Café Milik Sdr. Winarto Bakara, Pemohon I tidak sengaja menendang kursi plastik, sehingga kursi plastic itu terjtuh, kemudian Sdr, Winarto Bakara keluar dari dalam Café berteriak lalu “Woi  laek, kenapa kursi aku kalian tending?” lalu Pemohon I meminta maaf dan mengatakan “Maaf ya laek, kalo rusak kursinya besok kita ganti” 
 
namun Sdr. Wnarto Bakara tidak terima dan mendorong  Pemohon I dan memukul muka Pemohon I sehingga mengenai bibir Pemohon I menggunakan tangan kanannya sebanyak satu kali, kemudia Sdr. Winarto Bakara mencekik Leher baju Sdr. Mangapul Aritonang sambil mengatakan dengan keras “Saya anggota Brimob lek, kemudian datanglah Sdr. Winky dan Sdr. Dohar membantu Sdr. Winarto Bakara, Winarto Bakara, yang mana Winky memukul kepala bagian kanan Pemohon I , sedangkan Sdr. Dohar memukul kearah muka  Sdr. Mangapul Aritonang  dan Sdr. Winarto Bakara mencekik  Sdr. Mangapul Aritonang, melihat hal tersebut Pemohon I pun berlari kea rah kedai kopi santai samosir untuk meminta tolong agar orang-orang tersebut datang melerai pemukulan Sdr. Mangapul Aritonang yang dilakukan oleh Sdr, Winarto Bakara, Sdr. Winky dan Sdr. Dohar;----------------------
Kemudian datanglah orang dari kedai kopi santai samosir, sekitar 30 orang dan beberapa orang dari arah cucian Pasaribu juga datang kearah keributan yang terjadi antara Sdr. Winarto Bakara dan Sdr. Mangapul Manullang lalu Pemohon II segera menarik Sdr. Mangapul Aritonang untuk dibawa Pulang, namun Sdr. Mangapul Aritonang tetap tidak mau pulang dan mencari siapa yang memukulnya, namun Pemohon tetap memaksa Sdr. Mangapul Aritonang dan akhirnya kita pulang dan pada tanggal 11 September 2023, Pemohon II juga melaporkan peristiwa pengniayaan tersebut ke Polsek Payung Sekaki;--------------------------------------------
2. Bahwa pada hari minggu tanggal 10 September 2023 sekita pukul 01.00 wib setelh selesai acara pembubaran panitia pesta 17 Agustus 2023, saat itu ada sebahagian kawan yang minta pulang duluan yaitu Sdr. Alek Simbolon dan Sdr, Aritonang , sekitar 5 menit kemudian Sdr. Alek balek lagi ketempat acara dan mengatakan “ Si Aritonang dipukuli” dan pada saat itu ada kawan yang bertanya “siapa yang memukuli?” lalu dijawab si Alek “ada orang yang mengaku anggota brimob” setelah itu kawan-kawan dan saudara alek langsung bergegas ketempat Sdr. Aritonang yang sedang dipukuli, dan pada saat itu saya ikut menyusul kerah kawan-kawan yang menghampiri saudara aritonang, dan pada saat Pemohon II menuju lokasi dimana Sdr. Aritonang dipukuli saat itu Pemohon II melihat banyak orang berdiri didepan Café Sdr. Winarto Bakara, awalnya Pemohon II dilarang oleh kawan-kawan untuk kesana akan tetapi Pemohon tetap mendekat kelokasi dan saat itu pemohon II sampai dekat jembatan kecil yang pas ada didepan café Sdr. Winarto Bakara, dan saya bertanya “Siapa yang memukuli, yang mengaku-ngaku anggota brimob itu? Dan ada yang menjawab “itu yang duduk dibangku depan Café nya dan pada saat itu Sdr. Winarto bakara berdiri dan mereka menunjuk Sdr. Winarto Bakara, dan saya langsung menjawab “itu bukan anggota brimob, dia itu pemilik café” dan setelah itu anak saya yang bernama melisa datang menarik tangan saya dan berkata “ngapain bapak kesini, gak usah ikut-ikutan” sambil tangan saya ditarik oleh melisa dan badan saya didorong oleh kawan untuk meninggalkan tempat perkelahian menuju lokasi acara;-----------------------------------------------------------------------------
 
Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :--------------
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
a.  Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
b.  Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
c.   Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
d.   Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
d.   Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No.01/Pid.Prap/2011/ PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38 /Pid.Prap /2012 /Pn.Jkt. Sel tanggal 27 november 2012
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04 / Pid.Prap/ 2015/ PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/ Pid.Prap/ 2015/ Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
6. Dan lain sebagainya
f.     Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut:
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
• Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;---------------------------------------------------------------------------------------------
• Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;-----------------------------------------
g.   Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan;----------------------------------------------------------------------------------------
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. PEMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI CALON TERSANGKA
1. Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
2. Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.
3. “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),”---------
4. Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu;------------
5. Bahwa sebagaimana diketahui Para Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Para Pemohon sebagai calon tersangka, Hanya dilakukan Pemanggilan I kali Kepada Para Pemohon sebagai Saksi yakni  sebagaimana Surat Nomor: S.Pgl/ 322/ IX/ RES.1.6./ 2023/ RESKRIM atas nama Pemohon I sebagai Saksi  kemudian tiba – tiba Pemohon I dipanggil sebagai Tersangka sebagaimana Surat Nomor: SP. Pgl./ 351/ X/ RES.1.6/ 2023/ Reskrim, kemudian langsung dilakukan Penangkapan dan Penahanan sebagaimana Surat Nomor:  Sp. Kap/ 238/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim, dan ditahan sebagaimana Surat Nomor: Sp. Han / 226/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim, dan ditahan sebagaimana Surat Nomor: S.Pgl/ 323/ IX/ RES.1.6./ 2023/ RESKRIM atas nama Pemohon II sebagai Saksi  kemudian tiba – tiba Pemohon I dipanggil sebagai Tersangka sebagaimana Surat Nomor: SP. Pgl./ 350/ X/ RES.1.6/ 2023/ Reskrim, kemudian langsung dilakukan Penangkapan dan Penahanan sebagaimana Surat Nomor:  Sp. Kap/ 239/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim;----------------------------------------------------------------------
6. Bahwa Penyebab Pemohon I tidak dapat menghadiri Pemanggilan I dari pihak kepolisian dikarenakan Pemohon I berada dikampung pada saat datangnya panggilan pemeriksaan sebagai saksi. Keluarga Pemohon I juga menyampaikan datang segerombolan orang yang mengaku-ngaku dari kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap Rumah Pemohon I, Rumah mertua Pemohon I dan Rumah orang tua Pemohon I dan tak lama setelah Pemohon I dapat Kabar kalau abang kandung Pemohon I meninggal dunia;------------------------------------------------------
7. Bahwa Pemohon II tidak hadir pada saat pemanggilan I sebagai saksi dikarenakan pada saat itu Pemohon II sudah berada di kebun dan ingin membangun pondok-pondok untuk kebun pemohon II dan Pemohon II telah membeli alat-alat dn bahannya dan sedang dikerjakan sehingga tidak bisa ditinggalkan begitu saja karena kebun Pemohon II berada diluar kabupaten, namun Pemohon II telah meminta kepada anaknya yang bernama melisa untuk mengkonfirmasi kepada penyidik untuk tidak bisa menghadiri panggilan dan akan menghadiri panggilan tersebut pada surat panggilan ke II dan Penyidik yang bernama Sdr. Rendi sudah mengiyakan dan mengatakan akan melakukan pemanggilan ke II, namun pemanggilan ke II tidak pernah datang tapi yang datang malah Pemanggilan Pertama sebagai Tersangka hal tersebut juga berlaku sama dengan Pemohon I;----
8. Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Para Pemohon, dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya;----------------------------------------------------------
Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan tentang penetapan Tersangka, Penangkapan, dan Penahan terhadap diri Para Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo.
 
2. PENGELEDAHAN TERHADAP RUMAH PARA PEMOHON
1. Bahwa berdasarkan Pasal 32 KUHAP “ Untuk kepentingan Penyidikkan, Penyidik dapat melakukan Pengeledahan  rumah atau pengeledahan pakaian atau penggledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini, sedangkan tata cara pengeledahan menurut Pasal 33 KUHAP :
a.  Dengan surat izin ketua Pengadilan negeri setempat dan penydik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan. Dalam hal yang diperlukan atas atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian Negara republik Indonesia.
b.  Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuninya menyetujuinya.
c.   Setiap kali dalam memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir
d.  Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah harus dibuat suatu berita acara dari tuan turunanya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan;-------------------------------
 
2. Bahwa pada tanggal 25 September sekitar pukul 15.30  WIB yang beralamat di Jalan S.M. Amin Ujung (bundaran) RT.06, RW.03,  kelurahan Bandar RayaKecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru telah terjadi penggeledahan dan penyisiran yang dilakukan oleh anggota Polisi Polresta Pekanbaru dengan jumlah personil ±12 anggota Polisi Polresta Pekanbaru berseram kemeja putih dengan mengendarai 2 unit mobil  pribadi dan 2 buah sepeda motor;--------------------------
3. Bahwa pada  saat anggota Polisi Polresta Pekanbaru mendatangi kediaman klien kami dan langsung berpencar menyisir seluruh pekarangan kediaman klien kami yang meliputi depan belakang serta kiri dan kanan kediaman klien kami;-----------
4. Bahwa anggota Polisi Polresta Pekanbaru menggeledah dan sambil berbicara dengan arogan dengan membuka dan memasuki seluruh ruangan dan membongkar isi lemari serta mengambil telepon seluler/hanphone dan dengan nada arogan memaksa orang yang brada pada saat itu untuk membuka seluruh pasword handphone yang diperiksa secara paksa oleh anggota Polisi Polresta Pekanbaru ; -------------------------------------------------------------------------------------
5. Bahwa Hal Tersebut juga berlaku pada Pemohon I, anggota Polisi Polresta Pekanbaru mendatangi rumah Pemohon I sebanyak 8 orang menggunakan 2 (dua) mobil pribadi dan menggeledah serta menanyai keluarga Pemohon I tanpa ada pendampingan oleh warga setempat ataupun RT dan Rw;------------------------------
6. Bahwa setelah mendatangi Rumah Pemohon I, anggota Polisi Polresta Pekanbaru yang berjumlah 8 orang tersebut juga mendatangi Rumah mertua Pemohon II dan Rumah kakak Pemohon I;---------------------------------------------------------------------
7. Bahwa anggota Polisi Polresta Pekanbaru pada  saat  melakukan pengeledahan tidak  ada menunjukkan bukti Admisnistrasi baik berupa Surat Penggeledahan maupun surat perintah serta tidak  ada didampingi oleh pemerintah setempat ; --
8. Bahwa atas tindakan anggota Polisi Polresta Pekanbaru  mendatangi kediaman klien kami tanpa admistrasi mengakibatkan keluarga dan klien kami mengalami trauma  dan di pandang negatif oleh masyarakat disekitar kediaman klien kami;--
9. Bahwa atas tindakan anggota Polisi Polresta Pekanbaru  mendatangi kediaman klien kami tanpa admistrasi mengakibatkan keluarga dan klien kami mengalami trauma  dan di pandang negatif oleh masyarakat disekitar kediaman klien kami;--
Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan 2 hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah menunjukkan surat Penggeledahan tersebut dan tidak ada membawa petugas setempat untuk mendampingi penggeledahan, maka dapat dikatakan penetapan tersangka dengan  penyelidikan yang cacat dan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.
3. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
1. Bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;
2. Bahwa dalam hukum Administrasi Negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas);
3. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku;
4. Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka sekitar bulan Oktober 2023 yang mana surat Pemanggilan sebagai Tersangka tersebut tidak jelas kapan tanggal dan hari di tandatanganinya oleh Termohon selaku penyidik, dan baru diketahui penetapan tersangka tersebut pada tanggal 21 Oktober setelah Para Pemohon di BAP oleh Penyidik Polresta pada tanggal 23 Oktober 2023, dan  disuruh menandatangani surat pemanggilan sebagai tersangka yang diberi tanggal 21 Oktober 2023 dengan Nomor SP.PGL/350/X/RES.1.6/2023/Reskrim tertanggal Oktober 2023, sedangkan sekitar bulan September masih berstatus saksi yang mana hal itu Para Pemohon ketahui melalui surat Pemanggilan I sebagai saksi;
5. Bahwa Para Pemohon di tetapkan sebagai tersangka tanpa dilakukannya Penyelidikan terhadap calon tersangka dan Hamya dilakukan 1 (satu) kali Pemanggilan sebagai saksi sekitar bulan September namun karena hal tersebut yang telah dijelaskan diatas Para Pemohon tidak bisa menghadiri Pemanggilan I dan telah dikonfirmasi kepada Penyidik yang bernama Sdr, Rendi untuk tidak dapat memenuhi pemanggilan Pertama, namun akan menghadiri Pemanggilan Ke II apabila telah dilakukan Pemanggilan selanjutnya dan Penyidik yang bernama Rendi menyatakan akan melakukan Pemanggilan yang Ke II, namun bukan Pemanggilan ke II sebagai saksi yang datang melainkan Pemanggilan sebagai Tersangka sekitar bulan Oktober 2023;
6. Bahwa penetapan tersangka kepada seseorang berkaitan erat dengan kelayakan dan ketentraman hak hidup yang nyaman pada seseorang dan berkenaan dengan hak asasi manusianya. Dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP, tersangka salah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 
4.    Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 6 tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 24 menyebutkan “Gelar perkara adalah kegiatan penyampaian penjelasan tentang proses penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik kepada peserta gelar dan dilanjutkan diskusi kelompok untuk mendapatkan tangapan/masukan/koreksi guna menghasilkan rekomendasi untuk tindak lanjut proses penyelidikan dan penyidikan”. 
Sedangkan Bagian Kelima Penetapan Tersangka pada Pasal 25 :
(1) Penetapan tersangka berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang didukung barang bukti.
(2) Penetapan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara kecuali tertangkap tangan.
 
7. Bahwa permohonan praperadilan atas penetapan Para sebagai tersangka karena telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 6 tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, oleh karenanya maka pemeriksaan Para Pemohon tidak cukup bukti dan tidak terpenuhi 2 alat bukti yang sah.
8. Bahwa Pasal 1 angka 2 KUHAP bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena menimbulkan kesewenang-wenangan yang bertentangan dengan prinsip due process of law serta pelanggaran terhadap hak atas kepastian hukum yang adil. Pasal 1 angka 2 KUHAP dapat diinterpretasikan dan diberi makna bahwa seseorang dapat ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka sebelum adanya penyidikan.  Yang Mana Menurut Para Pemohon, penyidikan bukan merupakan proses pidana yang mengharuskan lahirnya tersangka pada proses akhir. Penyidikan secara tegas memberikan syarat bahwa penetapan tersangka merupakan tahapan lanjutan yang syaratnya hanya dapat dilakukan setelah penyidik berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang cukup.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan Tersangka terhadap Para Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum;
 
4.  TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
1. Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan tindak pidana, sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 KUHP oleh Polresta Pekanbaru kepada Para Pemohon hanya berdasarkan Keterangan Pelapor dan keterangan saksi yang tidak berkompeten dijadikan saksi serta tidak netral dan cenderung berpihak kepada Pelapor;--------------------------------------------
Dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP, tersangka salah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Berdasarkan yang tertuang didalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yang sah terdiri dari:
- Keterangan Saksi
- Keterangan Ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan Terdakwa
 
2. Bahwa mengenai syarat penetapan tersangka diatur dalam KUHAP yang kemudian telah disempurnakan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, dimana putusan tersebut menjelaskan penetapan tersangka harus berdasarkan minimal 2 alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya. Oleh karenanya  Penetapan Tersangka terhadap Para Pemohon adalah TIDAK SAH dan tidak berdasarkan atas hukum serta  tidak mempunyai kekuatan hukum yang  mengikat beserta penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka terhadap diri Para Pemohon;--------------------------------------
3. Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP;--------------------------------------
4. Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan tindak Pidana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP oleh Polresta Pekanbaru kepada Para Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon hanya melakukan Pemeriksaan secara sepihak;-----------------------------------------------------------------
 
Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Termohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 dan Pasal 184 KUHP, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum;---------------------------
 
 
5. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MENGAKIBATKAN  KERUGIAN ATAU BERPOTENSI DIRUGIKAN HAK-HAK KONSTITUSIONALNYA
Para Pemohon merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), Pasal 33, Pasal 77 huruf a, Pasal 156 ayat (2) dan ayat (4) KUHAP. Kerugian konstitusional yang dimaksud, Para Pemohon telah kehilangan hak untuk bekerja serta melakukan berbagai kegiatan dan berkomunikasi secara layak dan manusiawi karena status tersangka tindak pidana “Secara bersama-bersama dimuka  umum melakukan  kekerasan terhadap orang  sebagaimana diatur dalam Pasal 170  KUHP; yang disandang oleh Para Pemohon pada saat penahanan hingga saat ini;-------------------------------------------------------------------------------------------
Bahwa nilai penderitaan dari tindakan penangkapan dan penahanan sama dengan nilai penderitaan dalam menjalani pidana (penjara). Atas dasar itu, maka jika asas hukum menyebutkan bahwa orang tidak boleh dipidana (dipenjara) tanpa adanya kesalahan, maka seharusnya juga orang yang tidak bersalah tidak boleh merasakan penderitaan layaknya penjara seperti penangkapan dan penahanan, karena satu hari masa penangkapan atau penahanan sama nilainya dengan satu hari masa penjara yang Para Pemohon alami;---------------------------------------------
Bahwa atas tindakan TERMOHON telah menimbulkan kerugian materil dan immaterial dari Para Pemohon dan atas kerugian tersebut kami meminta atas segala peristiwa tersebut  diatas telah dan akan menimbulkan kerugian dengan total kerugian Rp. 25 ( Dua Puluh Lima Rupiah), harga tersebut kami duga senilai dengan nilai keadilan di Negara Republik Indonesia yang telah mengkriminalisi hak-hak Para Pemohon;
 
Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
• “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
• Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan.
Penyidikan adalah kegiatan mengumpulkan bukti yang akan membuat terang perkara. Sehingga kemudian akan menemukan tersangka, sehingga proses penetapan tersangka itu bukanlah penetapan acak. Karena penetapan tersangka secara acak niscaya akan sangat merugikan orang kebanyakan atau orang yang tidak mampu membela diri secara baik dengan cara yang baik dan benar,”  Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur dan memberikan batasan yang dapat dilakukan oleh negara dalam proses penyelidikan, penyidikan, hingga proses peradilan dengan metode yang baku untuk menegakkan hukum dan melindungi hak-hak individu selama proses hukum berlangsung. “sebab pada hakikatnya hukum acara pidana adalah aturan hukum untuk melindungi warga negara dari perlakuan sewenang-wenang oleh aparatur penegak hukum. Karena diduga melakukan perbuatan pidana;------------------------------------------
Selain hal diatas, dalam permohonannya menyatakan pemohon juga mempersoalkan frasa ‘bukti permulaan’ pasal 1 angka 14, frasa ‘bukti permulaan yang cukup’ pasal 17, frasa ‘bukti yang cukup’ pasal 21. Frasa yang berbeda-beda pada pasal-pasal tersebut menurut pemohon harus diberi makna dan dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang frasa ’bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ harus dimaknai sebagai minimum dua alat bukti secara kualitatif, kecuali dalam hal keterangan saksi. Pasal-pasal tersebut terkait penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan, serta penahanan lanjutan;------------------------------------
Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum;-------------
III. PETITUM
 
Bahwa berdasarkan pada uraian hukum dan fakta-fakta hukum diatas, Para Pemohon mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memberikan putusan sebagai berikut :
1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan dari Pemohon-I (DELFALMER ALEXANDER SIMBOLON) dan Pemohon-II (MAKMUR SIBUEA) untuk seluruhnya; -------------------------------------------------------------------------------
2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon-I (DELFALMER ALEXANDER SIMBOLON) dan Pemohon-II (MAKMUR SIBUEA) sebagai Tersangka, Penangkapan dan Penahanan dengan dugaan melakukan “Tindak Pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan  terhadap orang atau barang”  sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka SP. Pgl./ 351/ X/ RES.1.6/ 2023/ Reskrim, ditangkap sebagaimana Surat Nomor: Sp. Kap/ 238/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim, dan ditahan sebagaimana Surat Nomor: Sp. Han / 226/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim Tentang Penetapan Tersangka tanggal 31 Juli 2023 atas nama Pemohon-I (DELFALMER ALEXANDER SIMBOLON) dan Nomor: SP. Pgl./ 350/ X/ RES.1.6/ 2023/ Reskrim, ditangkap sebagaimana Surat Nomor: Sp. Kap/ 239/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim, dan ditahan sebagaimana Surat Nomor: Sp. Han / 227/ X/ RES.1.6./2023 Reskrim atas nama Pemohon-II (MAKMUR SIBUEA) adalah TIDAK SAH DAN TIDAK BERDASARKAN HUKUM, maka oleh karenanya Penetapan Tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum yang  mengikat;--
3. Menyatakan TIDAK SAH segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka terhadap diri Para Pemohon oleh Termohon;---------------------------------------------------------------
4. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap diri Para Pemohon;----------------------------------------------------------------------------------
5. Memulihkan hak Para Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;------------------------------------------------------------------------------------
6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya ganti rugi yang dialami oleh Para Pemohon senilai Rp. 25 (Dua Puluh lima rupiah)-----------------------------------------
7. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku;--------------------------------------------------------------------------
 
PARA PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan;-------------------------------------------------------------------------------------
 
Apabila Yang Terhormat Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);-------------------------------------------------------------------
Pihak Dipublikasikan Ya