Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PEKANBARU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
21/Pid.Pra/2023/PN Pbr HUSIN NOR Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Riau Cq Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 09 Okt. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 21/Pid.Pra/2023/PN Pbr
Tanggal Surat Senin, 09 Okt. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1HUSIN NOR
Termohon
NoNama
1Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Riau Cq Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
 II. Alasan Permohonan Praperadilan, karena PEMOHON tidak pernah di periksa sebagai Calon Tersangka, Pokok Perkara yang sedang disidik  oleh TERMOHON adalah menyangkut Hak Keperdataan (kepemilikan  hak secara perdata, dan timbulnya persoalan disebabkan Mall administrasi oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru, yang telah keliru dan tidak sesuai prosedur melakukan pengkuran ulang dan pengembalian batas di atas tanah orang lain tanpa izin dari yang berhak (HUSIN NOR)  untuk dan atas nama serta permohonan dari pihak Ketiga LINA HALIM.
Bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan,  menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
 
Bahwa, “Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia);”
 
Bahwa, Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
 
Bahwa, sebagaimana diketahui terhadap PEMOHON tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas PEMOHON sebagai calon tersangka. Berdasar pada Surat Panggilan oleh TERMOHON, yakni melalui surat panggilan sebagai Tersangka oleh TERMOHON kepada PEMOHON dengan Nomor: S.Pgl/1149/X/Res,1.2/2023/Ditreskrimum, yang ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, tertanggal 5 Oktober 2023, tidak pernah membuktikan PEMOHON diperiksa sebagai calon tersangka, akan tetapi PEMOHON langsung dipanggil sebagai Tersangka oleh TERMOHON. Keadaan itu menimbulkan kondisi tidak dengan seimbang PEMOHON dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dituduhkan kepadanya. Padahal  tindak pidana yang disangkakan diduga pelakukanya PEMOHON (sebagai pengguga surat palsu), adalah menyangkut persoalan PEMOHON mengganti rugi secara sah di hadapan notaris atas  sebidang tanah atau lahan dari pemilik asal yang Bernama SUWANDI (juga sebagai tersangka). Sebagai pembeli yang berihktikat baik, PEMOHON telah datang memenuhi panggilan sebagai saksi di Kantor TERMOHON. Selain itu PEMOHON juga tengah menempuh Upaya Hukum (menguji) secara perdata dengan cara mengajukan Gugatan di Pengadilan Negeri  (PN) Pekanbaru dan di Pengadilan Tata Usaha Negara  (PTUN) Pekanbaru tentang Objek Tindak Pidana yang disidik oleh Termohon.
 
Bahwa, PEMOHON melalui Kuasa Hukum sudah mengajukan Penangguhan Pemeriksaan Perkara Pidana (yang dimohonkan Praperadilan saat ini) kepada TERMOHON, yaitu melalui Surat Nomor: 25/MH/VII/2023, tertanggal 5 Juli 2023 dengan alasan untuk meminta ruang dan waktu  guna menguji siapa sesungguhnya yang ber ha katas kepemilikan bidang tanah yang “seolah-olah” telah menjadi sengketa antara PEMOHON dengan pihak ketiga LINA HALIM, atas “kekeliruan” dari Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru yang melakukan pengukuran ulang dan pengembalian batas tanah milik orang lain “dipaksakan” berada di atas tanah milik PEMOHON;
 
Bahwa, TERMOHON tidak ada menanggapi surat tersebut hingga saat Permohonan Praperadilan ini diajukan,  namun dengan “Membabi Buta” dan terkesan “Dipaksakan” TERMOHON terus melanjutkan Laporan dari Pihak Ketiga LINA HALIM dan terus mengejar, memaksa dengan segala cara agar Akta Jual Beli Nomor: 4595/SH/1985 tanggal 31 Desember 1985 atas nama RUSLI, R. kepada SUWANDI, yang saat ini telah menjadi hak milik PEMOHON (berdasarkan Akta Pelepasan Hak (Garapan) Dengan Ganti Rugi Nomor 10 Tanggal 16 Juni 2022 yang dibuat di hadapan RENI YULIANTI, SH, Notaris di Kampar dan Akta Kuasa Nomor 09 tanggal 16 Juni 2022, dibuat di hadapan  notaris yang sama) untuk diserahkan kepada TERMOHON. Bahkan TERMOHON  telah  melakukan “Penggeledahan Paksa” kerumah PEMOHON. Padahal PEMOHON adalah saksi (pembeli dari objek tanah dimaksud). Kalaulah benar AJB Nomor: 4595/SH/1985 tanggal 31 Desember 1985 adalah palsu, tentunya PEMOHON adalah KORBAN . Sebagai pihak yang merasa memiliki hak atas tanah aquo tentunya PEMOHON mempertahankan hak tersebut, karena Akta Jual Beli Nomor: 4595/SH/1985 tanggal 31 Desember 1985 itulah pegangan sebagai bukti hak  kepemilikan dari PEMOHON;
 
Bahwa, dikarenakan PEMOHON tidak bersedia memberikan asli Akta Jual Beli Nomor: 4595/SH/1985 tanggal 31 Desember 1985 atas nama RUSLI, R. kepada SUWANDI (saat ini telah menjadi hak milik PEMOHON), maka TERMOHON tanpa mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh undang-undang langsung merubah status PEMOHON menjadi Tersangka;
 
Bahwa bukan itu saja, TERMOHON juga TELAH MERUBAH Pasal yang semula dituduhkan terhadap Terlapor (SUWANDI) dan sekarang dipaksakan kepada PEMOHON juga sebagai Tersangka  berdasarkan Pasal 55 ayat1 KUHP sebagai Pengguna Surat Palsu akan tetapi tidak mencantumkan  Pasal 266 ayat (2) KUHP, yaitu dari semula  Pasal 263 ayat (2) dan atau Pasal 167 KUHP, kemuidan dirobah menjadi  Pasal 263 (1) dan atau ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 KUHP,   dengan alasan berdasarkan Bukti Permulaan yang cukup. 
 
Bahwa, TERMOHON kurang hati-hati dan tidak professional, terkesan pekerjaan tersebut “terburu-buru” sehingga penetapan dan atau penambah 1 (satu) Tersangka berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan Tuduhan Penggunaan Surat Palsu akan tetapi Pasal Penggunaan Surat Palsu yaitu Pasal 266  ayat (2)KUHP tidak disebutkan dalam Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/104/X/RES.1.2/2023/Ditreskrimum, yang dikeluarkan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau tertanggal 3 Oktober 2023,  hanya disebutkan dalam surat tersebut “…sebagaimana dimnaksud dalam rumusan Pasal 263 ayat (1) dan atau ayat (2) KUHP Jo 55 KUHP…”;
 
Bahwa, PEMOHON dalam hal kepemilikan tanah  a quo maupun pemilik sebelumnya (SUWANDI) tidak pernah bersengketa dan atau bertumpang tindih dengan  tanah LINA HALIM. Tanah LINA HALIM  berdasarkan Sertipikat yang dimilikinya diterangkan berada di jalan Nangka, sedangkan tanah milik PEMOHON berada di Jalan Semar;
 
Bahwa, dasar kepemilikan masing-masing pihak juga berbeda, LINA HALIM Sertipikat Hak Milik sedang PEMOHON adalah Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan Camat Siak Hulu. Akan tetapi Petugas dari Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru telah melakukan “Kekeliruan”, diam-diam dan sembunyi-sembunyi,  juga dikawal dan dibantu oleh TERMOHON telah melakukan Pengukuran Ulang dan Pengembalian Tata Batas atas permohonan LINA HALIM  terhadap tanah PEMOHON (sehingga perbuatan tersebut  “seolah-olah”  terjadi persengketaan kepemilikan (tumpang Tindih) antara tanah milik PEMOHON dengan tanah  milik LINA HALIM;
 
Bahwa, kemudian PEMOHON  mengetahui kalau LINA HALIM membuat Laporan Polisi  ke Polres Kota Pekanbaru dengan Nomor: LP/B242/III/2023/ SPKT/POLRESTA PEKANBARU/POLDA RIAU, tanggal 21 Maret 2023 an. Pelapor LINA HALIM;
 
Bahwa, yang memanggil PEMOHON  atas Laporan LINA HALIM tersebut bukan penyidik Polres Kota Pekanbaru, dengan Surat Panggilan  Nomor; S.Pgl/746/VII/RES.1.2/2023/Ditreskrimum tertanggal 06 Juli 2023 yang memanggil adalah DIREKTUR RESERSE KRIMINAL UMUM POLDA RIAU selaku Penyidik, dengan catatan “agar membawa AJB Asli Nomor 4595/SH/1985 tanggal 31 Desember 1985 atas nama SUWANDI”  dicetak tebal, terkesan bahwa TERMOHON “sangat bergairah”  terhadap AJB Asli Nomor 4595/SH/1985 tanggal 31 Desember 1985 atas nama SUWANDI (yang saat ini sudah menjadi milik PEMOHON;
 
Bahwa, kemudian PEMOHON menguji sengketa yang ditimbulkan dari Hasil 
kekeliruan” Pengukuran Ulang dan Pengembalian Batas terhadap Tanah milik PEMOHON atas Permintaan sepihak LINA HALIM ke Pengadilan Negeri Pekanbaru dan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru, akan tetapi yang “kebakaran jenggot” justru TERMOHON;
 
Bahwa, sikap TERMOHON yang PEMOHON nilai telah melanggar Peraturan Polisi Nomor 7 Tahun 2022 Tentang  KEPP  (Kode Etik  Profesi Kepolisian) dan KKEP ( Komisi Kode Etik Kepolisian) yang mulai berlaku sejak tanggal 13 Agustus 2022, khususnya:
• Pasal 5 ayat (1) huruf c, g, j dan ayat (2), ayat (3) dan ayat (4);
• Pasal 7 huruf a, b, c dan f;
• Pasal 10 ayat (1) huruf a sub 1, huruf d dan ayat (2) huruf a dan c, f, g serta k dan n;
Apakah Polisi hanya milik LINA HALIM seorang? Apakah PEMOHON juga tidak berhak  untuk dilindungi harkat dan martabatnya di muka hukum terhadap kepemilikannya atas bidang tanah  yang dibelinya di hadapan Pejabat Yang Berwenang (Notaris)? Apakah setiap orang yang “diduga” sebagai Pelaku Tindak Pidana HARUS DIPERLAKUKAN TIDAK SAMA DI MUKA HUKUM? Dimana  perwujudan  ASAS PRUDUGA TIDAK BERSALAH? 
 
Bahwa TERMOHON sebagai aparat penegak hukum, pengayom dan pelayan bagi Masyarakat Justru telah berbuat sebaliknya, TERMOHON selalu mengawal setiap persidangan antara PEMOHON dengan LINA HALIM di PTUN sampai juga mengawal saat sidang lapangan (Pemeriksaan Setempat) oleh Majelis Hakim, “seolah-olah” PEMOHON adalah penjahat dan teroris yang harus di kawal agar tidak kabur. Apakah polisi  (TERMOHON) kurang kerjaan sehingga harus mengawal seorang LINA HALIM? ;
 
Bahwa, PEMOHON atas Laporan LINA HALIM (Pelapor) dalam perkara pokok telah mengujinya melalui Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan Register Perkara Nomor: 143/Pdt.G/2023/PN.Pbr tanggal 05 Juli 2023 (saat ini dalam proses persidangan) dan di Pengadilan Tata Usaha Negara di Pekanbaru dengan Register Perkara Nomor: 23/G/20023/P.TUN.Pbr. (juga dalam proses persidangan);
 
Bahwa, PEMOHON juga sudah memberitahukan hal tersebut kepada TERMOHON dan sekaligus minta Penangguhan Pemeriksaan Perkara Pidana tersebut menunggu pengujian atau proses perkara perdata berlangsung, melalui Surat Kuasanya Nomor: 25/MH/VI/2023 tanggal 5 Juli 2023, namun jangankan membalas atau menjawab Surat tersebut, TERMOHON  malah mengeluarkan:
1. Surat  Pemberitahuan Penetapan Tersangka atas nama SUWANDI dan menambah 1 (satu) orang lagi HUSIN NOR (PEMOHON), dengan Surat Nomor : B/44/X/RES.1.2/2023/Ditreskrimum,  tanggal 3 Oktober 2023.
2. Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/104/X/RES.1.2/2023/DITRESKRIMUM Tentang Penetapan Tersangka  atas nama HUSIN NOR, tanggal 3 Oktober 2023.
3. Surat Panggilan Tersangka Ke-1, Nomor: S.Pgl/1149/X/RES,1.2/2023/ Ditreskrimum  yang ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau,tanggal 5 Oktober 2023.
 
Bahwa menurut Yurisprudensi Putusan MA Nomor 628.K/Pid/1984 dan Pasal 1 Perma Nomor 1 Tahun 1956: “apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atau suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak keperdataan itu.”  Penetapan status sebagai Tersangka oleh TERMOHON terhadap PEMOHON Adalah Tidak Sah. Karena tidak sah, maka demi hukum harus dibatalkan.
 
Bahwa dalam Hukum Administrasi Negara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan “pengujian” dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
 
Bahwa, bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan dan atau Penetapan, yakni meliputi :
• ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
• dibuat sesuai prosedur dan
• substansi yang sesuai dengan objek Keputusan.
Bahwa sebagaimana telah PEMOHON uraikan di atas, bahwa Penetapan status sebagai tersangka atas diri PEMOHON oleh TERMOHON dilakukan dengan tidak memenuhi prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku,  maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
• “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
• Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan.
 
Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan dan atau Penetapan, apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh TERMOHON kepada PEMOHON dengan menetapkan PEMOHON sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan melalui mekanisme dan prosedur yang tidak benar, oleh sebab itu terdapat cukup alasan hukum  bagi Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo untuk  menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap PEMOHON dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan demi hukum harus dibatalkan.
 
Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, harus diberi dulu ruang dan waktu bagi PEMOHON untuk menguji tentang BENARKAH ANTARA TANAH MILIK pemohon dengan LINA HALIM saling bertumpang tindih melalui Pengadilan Negeri Pekanbaru dan Melalui Pengadikan Tata Usaha Negara Pekanbaru.  Karena Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh TERMOHON dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau;
 
Dengan demikian jelas tindakan TERMOHON dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka dan tanpa memberikan ruang dan waktu bagi PEMOHON UNTUK menguji tentang kebenaran tumpang tindih kedua pemilikan hak atas tanah melalui pengadilan yang berwenang, serta tidak juga mempertimbangkan MALL ADMINISTRASI oleh Kasntor Pertanahan Kota Pekanbaru dalam melakukan pengukuran ulang dan pengembalian Batas atas objek yang sekarang sudah menjadi sengketa  adalah merupakan tindakan yang tidak sah, dan demi hukum harus dibatalkan tentang penetapan tersangka terhadap diri PEMOHON;
 
 
III.  Petitum Pra Peradilan.
 
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis di atas, PEMOHON mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara ini, berkenan memutus perkara ini  dengan amarnya sebagai berikut :
1. Menyatakan menerima permohonan PEMOHON Praperadilan untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka dengan dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Surat dan atau menggunakan Surat Palsu, sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 ayat (1) dan atau ayat (2) KUHP  Juncto Pasal 55  KUHP,  oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau,  adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum;
3. Menyatakan Surat Ketetapan Nomor:S.Tap/104/X/RES.1.2/2023/ Ditreskrimum Tentang Penetapan Tersangka atas nama HUSIN NOR, yang dikeluarkan oleh TERMOHN pada tanggal 3 Oktober 2023,  batal demi hukum dan  tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri PEMOHON oleh TERMOHON;
5. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghentikan sementara penyidikan terhadap Laporan Polisi Nomor: LP/B/242/III/2023/ SPKT/POLRESTA PEKANBARU/POLDA RIAU tanggal 21 Maret 2023  menunggu putusan perdata dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara berkekuatan hukum tetap.;
6. Memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
7. Menghukum TERMOHON untuk mencabut :
• Surat  Pemberitahuan Penetapan Tersangka atas nama SUWANDI dan menambah 1 (satu) orang lagi HUSIN NOR (PEMOHON), dengan Surat Nomor : B/44/X/RES.1.2/2023/Ditreskrimum,  tanggal 3 Oktober 2023.
• Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/104/X/RES.1.2/2023/DITRESKRIMUM Tentang Penetapan Tersangka  atas nama HUSIN NOR, tanggal 3 Oktober 2023.
• Surat Panggilan Tersangka Ke-1, Nomor: S.Pgl/1149/X/RES,1.2/2023/ Ditreskrimum  yang ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau,tanggal 5 Oktober 2023.
8. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
 
PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa, mengadili  perkara Pra Peradilan ini, melalui prinsip equality before the law  pada akhirnya dapat memberikan putusan terhadap Perkara a quo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan. Namun apabila Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru berpendapat lain, mohon memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Pihak Dipublikasikan Ya