Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PEKANBARU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
26/Pid.Pra/2023/PN Pbr JHON HENDRI HS KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR RUMBAI Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 13 Nov. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 26/Pid.Pra/2023/PN Pbr
Tanggal Surat Senin, 13 Nov. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1JHON HENDRI HS
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR RUMBAI
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
Atas:
1. Ditetapkan-nya  PEMOHON sebagai Tersangka tanpa mengikuti S.O.P (Standar Operasional Prosedur)  Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana.
2. Penangkapan terhadap diri PEMOHON Tidak Sah dan Cacat Hukum, karena selain tidak mengikuti S.O.P (Standar Operasional Prosedur)  Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, juga dikarenakan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/82/XI/2023/Reskrim tidak diberi tanggal kapan dikeluarkan, akan tetapi ditandatangani oleh Kapolsek Sektor Rumbai atas nama AKP. SARDIANTO, S.E., dan dilaksanakan oleh penyidik yang menerima Perintah atas nama  IPDA YULI ARIYANTO, S.H., Tanpa disebutkan Surat Tugas dan Tanpa Surat Perintah Penangkapan;
3. Surat Perintah Penahanan Nomor: SP. Han/72/Res 1.11/2023/Reskrim, tertanggal 08 November 2023, yang juga tidak Sah dan Cacat Hukum, karena didasarkan kepada Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/82/XI/2023/Reskrim tidak diberi tanggal  tersebut,
4. Tindakan Termohon telah melanggar  asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 10  huruf e, Pasal 17 dan Pasal 52 serta 56 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014, karena Termohon Telah berbuat sewenang-wenang dan telah mencederai Hak Asasi Manusia khususnya PEMOHON, dimana akibat Penatapan Tersangka, Penangkapan dan Penahanan yang tidak mengikuti S.O.P (Standar Operasional Prosedur)  Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, terhadap PEMOHON telah di tahan di Polsek Rumbai sejak tanggal  08 November 2023 sampai saat Permohonan Pra. Peradilan Ini diajukan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru.;
Terhadap Dugaan Tindak Pidana Melakukan Keterangan Palsu dan atau Penipuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 dan atau 378  KUHP,.
 
Adapun yang menjadi Dasar Hukum  dan Alasan Hukum permohonan  Praperadilan dari PEMOHON adalah sebagai berikut :
 
I.  Dasar Hukum Permohonan Praperadilan.
a. Tindakan upaya paksa, seperti Penetapan Tersangka, Penangkapan, Penggeledahan, Penyitaan,  Penahanan, dan Penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan Hak Asasi Manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap Kemungkinan Tindakan Sewenang-wenang dari Penyidik atau Penuntut Umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai Tersangka dalam Pemeriksaan Penyidikan dan Penuntutan. Di samping itu, Praperadilan bermaksud sebagai Pengawasan secara Horizontal terhadap  Hak-hak Tersangka dalam pemeriksaan pendahuluan (vide: Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan Penetapan Tersangka, Penangkapan, Penggeledahan, Penyitaan,  Penahanan, dan Penuntutan agar lebih mengedepankan Asas dan Prinsip Kehati-hatian dalam Menetapkan Seseorang menjadi Tersangka.
 
b. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
 
c. Bahwa, selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP di antaranya adalah: Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
 
d. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
 
e. Bahwa, selain itu telah terdapat beberapa Putusan Pengadilan yang memperkuat dan melindungi Hak-hak Tersangka, sehingga Lembaga Pra. Peradilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan Penetapan Tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang Nomor: 01/Pid.Prap/2011/ PN.BKY tanggal 18 Mei 2011.
2. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012.
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/ 2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012.
4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/ PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015.
5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015 /Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015.
6. Dan lain sebagainya.
f. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga Pra. Peradilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan Penetapan Tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
• [dst]
• [dst]
• Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
• Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Pra Peradilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
 II. Alasan Permohonan Praperadilan.
Bahwa, adapun yang menjadi alasan diajukannya permohonan Praperadilan ini adalah disebabkan oleh 2 (dua) alasan sebagai berikut:
Alasan Pertama:
 
Bahwa, dalam menetapkan status PEMOHON sebagai Tersangka, kemudian Ditangkap dan Ditahan di Polsek Rumbai, Termohon telah berbuat sewenang-wenang dan tidak mengikuti S.O.P (Standar Operasional Prosedur)  Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana dan juga telah melanggar Perpol Nomor: 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 5 Etika Kelembagaan dan Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 10  ayat (1), ayat (2) huruf a dan e, menyangkut etika dalam hubungan kemasyarakatan serta  Pasal 10 huruf  e, Pasal 17, Pasal 52 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2024 Tentang Administrasi Pemerintahan;
 
Bahwa, karena kepada PEMOHON ataupun keluarganya tidak pernah  diberikan Surat Penetapan sebagai Tersangka serta sebelumnya tidak pernah mendapat Surat Panggilan baik sebagai Saksi maupun sebagai Tersangka terhadap atas Pokok Perkara yang sedang disidik  oleh TERMOHON. 
Bahwa, Penangkapan terhadap diri PEMOHON berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kab/82/XI/2023/Reskrim yang Tanpa Tanggal tersebut adalah dibuat tanpa menyebutkan ”Dasar” dilakukannya Penangkapan. Dimana di dalam surat tersebut tidak disebutkan bahwa tindakan TERMOHON di dasarkan atas Surat Perintah Tugas dari siapa...?, Surat Perintah Penyidikan dari mana...?, juga tanpa melakukan Gelar Perkara sebelumnya. Sehingga Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kab/82/XI/2023/Reskrim yang Tanpa Tanggal tersebut Cacat Hukum dan Tidak Sah;
Bahwa kecacatan secara hukum dan Tidak Sah-nya Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kab/82/XI/2023/Reskrim yang Tanpa Tanggal tersebut, dibuktikan dengan perbuatan TERMOHON menangkap PEMOHON tanpa didahului oleh Tindakan Pemeriksaan sebagai Saksi. TERMOHON baru melakukan Pemeriksaan sebagai saksi terhadap diri PEMOHON pada malam hari setelah PEMOHON ditangkap, yaitu: hari Selasa tanggal 07 November 2023, tanpa melalui prosedur pemeriksaan sebagai Tersangka, tanpa melalui mekanisme Gelar Perkara dan berita acara serta Rekomendasi hasil gelar perkara mengenai status Tersangka;
Bahwa,  jika dicermati dengan seksama  Laporan dari saudari NURLAILI Nomor: LP/168/K/XI/2023/Riau/Resta Pekanbaru/ Sek.Rumbai tanggal 02 Nopember 2023, dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/65/XI/Res 1.11/2023/Reskrim tanggal 05 November 2023 (baru dibuat di dalam Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/72/XI/Res 1.11/2023/Reskrim tanggal 08 November 2023), semakin membuktikan perbuatan sewenang-wenang dari TERMOHON terhadap PEMOHON, dimana hanya selang 2 (dua) hari dari saat masuknya Laporan Polisi hingga keluarnya Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/65/XI/Res 1.11/2023/Reskrim tanggal 05 November 2023, sungguh ”hebat dan menggagumkan” TERMOHON sebagai penyidik dalam waktu 2 (dua) hari dapat menyelesaikan seluruh rangkaian mekanisme penyelidikan dan penyidikan atas suatu dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh saudari NURLAILI sesuai S.O.P (Standar Operasional Prosedur) Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan  Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana;
Bahwa, selang 2 (dua) hari kemudian di lakukan Penangkapan terhadap diri PEMOHON pada hari Selasa tanggal 07 November 2023 berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kab/82/XI/2023/Reskrim yang Tanpa Tanggal tersebut adalah dibuat tanpa menyebutkan ”Dasar” dilakukannya Penangkapan;
Bahwa, Penangkapan yang dilakukan TERMOHON terhadap diri PEMOHON cacat demi hukum dikarenakan tidak mengacu kepada Literatur atau S.O.P (Standar Operasional Prosedur) Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan  Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana. Padahal S.O.P tersebut ”Wajib” harus diikuti dan atau dipatuhi oleh seluruh Penyidik Polri diseluruh Indonesia dan di semua tingkatan mulai dari Mabes Polri hingga Polsek;
Bahwa, Pasal 25 Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana (sebagai Payung Hukum) yang berbunyi:
(1) Penetapan tersangka berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat Bukti yang didukung barang bukti.
(2) Penetapan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara, kecuali tertangkap tangan.
Jika dikaitkan dengan perkara pokok yang diajukan praperadilan ini tidak ada dilalui sama sekali oleh TERMOHON, bagaimana mungkin dalam waktu 2 (dua) hari seluruh rangkaian mekanisme tersebut di jalankan. Jika ada maka di dalam Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kab/82/XI/2023/Reskrim yang Tanpa Tanggal tersebut  harusnya dibuat dan disebutkan bahwa  Penetapan Tersangka berdasarkan Perkaba Nomor 1 Tahun 2022;
 
Bahwa, atas dasar Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kab/82/XI/2023/ Reskrim yang cacat hukum dan tidak sah tersebut, TERMOHON telah menahan PEMOHON sejak tanggal 08 November 2023 hingga saat gugatan Praperadilan ini diajukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/72/XI/Res 1.11/2022/Reskrim tanggal 08 November 2023;
Bahwa, pada tanggal 10 November 2023 TERMOHON baru memberikan kepada keluarga PEMOHON Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atas nama Tersangka JHON HENDRI HASIBUAN Als. JON Bin M. SALAM hs (ALM), DKK, dengan nomor: SPDP/42/XI/Res 1.11/2023/Reskrim, yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru. Jika penegakan hukum seperti yang dilakukan oleh TERMOHON ini dilegalkan ”Sangat Membahayakan” dan jelas menjadi ”preseden buruk” yang dapat ”mencederai institusi polri yang presisi”. Apakah seseorang yang melapor tentang dugaan adanya suatu tindak pidana terhadap seseorang, lalu penyidik tanpa melakukan serangkaian mekanisme S.O.P (Standar Operasional Prosedur) Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan  Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, dapat melakukan penangkapan terhadap seseorang, tanpa memperhatikan dan mempertimbangan Hak Asasi Manusia yang melekat pada diri orang tersebut? Dapat langsung di tetapkan sebagai tersangka, ditangkap dan ditahan tanpa memberi hak jawab ruang dan waktu untuk membuktikan dirinya tidak bersalah...? Hal ini telah terjadi pada diri PEMOHON sebagai tindakan sewenang-wenang dari TERMOHON;
Bahwa, dari seluruh rangkaian alasan yang telah PEMOHON kemukakan di atas, jelas dan terbukti TERMOHON telah berbuat sewenang-wenang, sebagai aparat penegak hukum (Polri yang presisi) seyogyanya memberikan pelayanan publik yang humanis, akan tetapi TERMOHON telah melanggar S.O.P (Standar Operasional Prosedur) Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan  Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana dan terlebih telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia serta  Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Bahwa, menurut  Pasal 18  ayat  (2)  dan ayat (5) Peraturan kepala Kepolisian Negara RI Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang berbunyi:
(2) penyidik atau penyidik Pembantu yang melakukan penangkapan wajib dilengkapi dengan Surat Perintah Penangkapan dan Surat Tugas.
(5)dalam hal penangkapan tidak sah berdasarkan putusan praperadilan segera dilepaskan sejak dibacakan putusan atau diterimanya salinan putusan.
Jika dihubungkan dengan tindakan TERMOHON melakukan penangkapan dan penahanan terhadap diri PEMOHN sama sekali tidak mengikuti S.O.P (Standar Operasional Prosedur) Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan  Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana. Dan menurut hemat PEMOHON tindakan tersebut justru sangat bertentangan dengan rasa keadilan dan rasa kemanusiaan dan telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor: 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Pasal 5 Etika Kelembagaan dan Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 10  ayat (1), ayat (2) huruf a dan e, menyangkut etika dalam hubungan kemasyarakatan serta  Pasal 10 huruf  e, Pasal 17, Pasal 52 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2024 Tentang Administrasi Pemerintahan;
 
Alasan kedua:
Karena Pokok Perkara yang sedang disidik oleh TERMOHON  adalah menyangkut Hak Keperdataan (kepemilikan  hak secara perdata), yang saat ini tengah diuji oleh PEMOHON  di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Bahwa menurut ketentuan Pasal 81 KUHPidana yang berbunyi: Penundaan Penuntutan Pidana berhubung dengan adanya Perselisihan Pra-yudisial menunda daluwarsa. 
Bahwa, Pasal 81 KUHPidana tersebut diperkuat juga dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 1956 serta Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor: 04 Tahun 1980 angka II huruf 3, dan  beberapa Yurisprudensi, di antaranya: Yurisprudensi Putusan MA Nomor:  628.K/Pid/1984. Kesemuanya menyatakan bahwa: “apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atau suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak keperdataan itu.” 
Bahwa dalam Hukum Administrasi Negara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan “pengujian” dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
 
Bahwa, bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Asas umum pemerintahan yang baik dan Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 10 huruf e dan Pasal 17 serta Pasal 52  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan dan atau Penetapan, yakni meliputi :
• ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
• dibuat sesuai prosedur dan
• substansi yang sesuai dengan objek Keputusan.
Bahwa sebagaimana telah PEMOHON uraikan di atas, bahwa Penetapan status sebagai tersangka atas diri PEMOHON oleh TERMOHON dilakukan dengan tidak memenuhi prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku,  maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
• “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
• Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan.
 
Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan dan atau Penetapan, apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh TERMOHON kepada PEMOHON dengan menetapkan PEMOHON sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan melalui mekanisme dan prosedur yang tidak benar, kemudian dilakukan penangkapan dan penahan terhadap diri PEMOHON berdasarkan S.O.P (Standar Operasional Prosedur) Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan  Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana dan terlebih telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia serta  Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
 
Bahwa, Penetapan status sebagai Tersangka oleh TERMOHON terhadap PEMOHON Adalah Tidak Sah. Karena tidak sah, maka demi hukum harus dibatalkan. Oleh sebab itu terdapat cukup alasan hukum  bagi Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo untuk  menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan Tersangka, Pengkapan dan Penahanan terhadap PEMOHON adalah merupakan Keputusan yang tidak sah dan demi hukum harus dibatalkan.
 
Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, harus diberi dulu ruang dan waktu bagi PEMOHON untuk menempuh upaha hukum perdata melalui Pengadilan Negeri Pekanbaru.
 
Dengan demikian jelas tindakan TERMOHON dengan atau tanpa melalui S.O.P (Standar Operasional Prosedur) Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor 1 Tahun 2022 dan  Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana dan terlebih telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia serta  Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, TERMOHON dengan sewenang wenang telah menempatkan PEMOHON sebagai  Tersangka, Ditangkap dan Ditahan, dan tanpa memberikan ruang dan waktu bagi PEMOHON UNTUK menguji tentang kebenaran tumpang tindih kedua pemilikan hak atas tanah melalui pengadilan yang berwenang, adalah merupakan tindakan yang Tidak Sah, dan demi hukum harus dibatalkan tentang penetapan status Tersangka, Penangkapan dan Penahanan  terhadap diri PEMOHON;
 
 
III.  Petitum Pra Peradilan.
 
Berdasar pada argumen dan fakta-fakta yuridis di atas, PEMOHON mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara ini, berkenan memutus perkara ini  dengan amarnya sebagai berikut :
1. Menyatakan menerima permohonan PEMOHON Praperadilan untuk seluruhnya;
2. Menyatakan tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka dengan dugaan Tindak Pidana Keterangan Palsu dan tau Penipuan sebagaimana dimaksud Pasal 242 KHUP dan atau Pasal 378KUHP   oleh TERMOHON   adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum;
3. Menyatakan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/82/2023/Reskrim, tanpa tanggal tersebut, Cacat Hukum dan batal demi hukum serta  tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/72/XI/Res 1.11/2023/Reskrim tanggal 08 November 2023, atas nama JHON HENDRI, HS., Als JON Bin M. SALAM, HS., batal demi hukum dan  tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
5. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkenaan dengan penetapan Tersangka atas diri PEMOHON;
6. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghentikan penyidikan terhadap Laporan Polisi Nomor: LP.B/168/XI/2023/Riau/Poresta Pku/Polsek Rumbai tanggal 02 November 2023 atas nama NURLAILI.;
7. Memulihkan hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
8. Menghukum TERMOHON untuk mencabut :
• Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/82/XI/2023/Reskrim yang tanpa tanggal tersebut atas nama JHON HENDRI, HS., Als JON Bin M. SALAM, HS.
• Surat Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/72/XI/Res 1.11/2023/Reskrim tanggal 08 November 2023, atas nama JHON HENDRI, HS., Als JON Bin M. SALAM, HS.
• Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Tsk atas nama JHON HENDRI, HS., Als JON Bin M. SALAM, HS., Nomor: SPDP/42/XI/Res 1.11/2023/Reskrim tanggal 10 November 2023.
 
9. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
 
PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa, mengadili  perkara Praperadilan ini, melalui prinsip equality before the law  pada akhirnya dapat memberikan putusan terhadap Perkara a quo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan. Namun apabila Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru berpendapat lain, mohon memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Pihak Dipublikasikan Ya