Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PEKANBARU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
17/Pid.Pra/2023/PN Pbr MUHAMMAD RAFI SKEP Bin MAHYUDDIN KEPALA KEPOLISIAN DAERAH RIAU Cq DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA RIAU Selaku Penyidik Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 09 Jun. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 17/Pid.Pra/2023/PN Pbr
Tanggal Surat Jumat, 09 Jun. 2023
Nomor Surat 01/PP/MS-LF/VI/2023
Pemohon
NoNama
1MUHAMMAD RAFI SKEP Bin MAHYUDDIN
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN DAERAH RIAU Cq DIREKTUR RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA RIAU Selaku Penyidik
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Bahwa permohonan praperadilan ini PEMOHON ajukan dengan alasan – alasan sebagaiberikut :

I.    Penetapan Tersangka terhadap PEMOHON adalah tidak sah.

1.    Bahwa dasar hukum PEMOHON mengajukan praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka adalah putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor  : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 yang di dalam amar putusanya menyebutkan ;
1.    Mengabulkakn permohonan Pemohon untuk sebagian ;
1.1    Frasa “ bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “ bukti yang cukup” sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat (1) Undang – undang  nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang – undang Hukum acara pidana (lembaran Negara R.I tahun 1981, nomor 76, tambahan lembaran negera R.I nomor : 3209) bertentangan dengan undang – undang dasar R.I tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa  “ bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”,  dan “bukti yang cukup” adalah minimal 2 (dua) alat bukti yang termuat dalam pasal 184 Undang – undang nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP;
1.2    Frasa “ butki permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “ bukti yang cukup” sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat (1) Undang – undang  nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang – undang Hukum acara pidana (lembaran Negara R.I tahun 1981, nomor 76, tambahan lembaran negera R.I nomor : 3209)  tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “ bukti yang cukup” adalah minimal 2 (dua) alat bukti yang termuat dalam pasal 184 Undang – undang nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP;
1.3    Pasal 77 huruf A Undang – undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana ( lembaran Negara R.I tahun 1981, nomor 76, tambahan lembaran negera R.I nomor : 3209 ) bertentangan dengan Undang – undang  Dasar Negera Republik Indonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan ;

1.4    Pasal 77 huruf A Undang – undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana ( lembaran Negara R.I tahun 1981, nomor 76, tambahan lembaran negera R.I nomor : 3209 ) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan ;
2.    Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya ;
3.    Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita Negara R.I sebagaimana mestinya;

Putusan Mahkamah Konstitusi nomor : 21/PUU-XII/2014 tersebut memperluas objek praperadilan yang telah ada sebelumnya sebagaimana yang diatur dalam pasal 77 KUHAP yang menyebutkan bahwa :
“ Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang – undang ini tentang :
a.    Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
b.    Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidanyanya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan”.
Bahwa dengan memperhatikan ketentuan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan putusan Mahakah Konstitusi R.I No : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 di atas maka beralasan hukum bagi PEMOHON untuk melakukan pengujian keabsahan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka melalui permohonan Praperadilan, oleh karenanya permohonan praperadilan yang PEMOHON ajukan ini sudah sepatutnya untuk dapat diterima;

2.    Bahwa alasan – alasan PEMOHON menyatakan penetapan Tersangka terhadap PEMOHON tidak sah adalah sebagaiberikut :

A.    Penetepan Tersangka terhadap PEMOHON sebagaimana tercantum dalam surat perintah penangkapan adalah tidak sah karena tidak didasarkan pada minimal 2 ( dua ) alat bukti.
-    Bahwa PEMOHON di tangkap oleh TERMOHON pada tanggal 12 Mei 2023 atas dugaan melakukan tindak pidana korupsi dan atau penyalahgunaan wewenang dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat ( 1 ) huruf a dan atau pasal 12 huruf e Undang – undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 53 ayat ( 1 ) Jo pasal 55 ayat ( 1 ) ke – 1 KUHPidana, penangkapan terhadap PEMOHON tersebut didasarkan pada surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023 dan didalam surat perintah penangkapan tersebut disebutkan status PEMOHON sudah menjadi Tersangka.
-    Bahwa untuk menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka sebagaimana yang tercantum dalam surat perintah penangkapan tersebut di atas, harus didasarkan pada minimal 2 ( dua ) alat bukti sebagaimana hal ini diatur dalam pasal 1 angka 14 KUHAP yang menyebutkan :
“ Tersangka adalah seorang yang karena perbuatanya atau keadaanya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana ”.
    Terkait apa yang dimaksud dengan bukti permulaan di dalam pasal 1 angka 14 KUHAP tersebut, Mahkamah Konstitusi dalam putusanya nomor : 21/PUU -  XII/2014 menyebutkan :
“….bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 Undang – undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ”
Berdasarkan putusan Mahakamah Konstitusi nomor : 21/PUU – XII/2014 tersebut jelas bahwa yang dimaksud dengan bukti permulaan adalah minimal dengan 2 ( dua ) alat bukti yang termuat dalam pasal 184 KUHAP.
Bahwa 2 ( dua ) alat bukti yang digunakan untuk menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka haruslah diperoleh dengan cara Penyidik  melakukan penyidikan sebagaimana hal ini diatur dalam pasal 1 angka 2 KUHAP yang berbunyi :
“ Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya ”.
-    Bahwa sekarang mari kita cermati, apakah penetapan Tersangka terhadap PEMOHON sebagaimana yang tercantum dalam surat perintah penangkapan telah di dasarkan pada  minimal 2 ( dua ) alat bukti ?

-    Bahwa PEMOHON berpendapat penetapan Tersangka terhadap PEMOHON oleh TERMOHON tidak didasarkan pada minimal 2 ( dua ) alat bukti sebab terbitnya surat perintah penangkapan terhadap PEMOHON dengan status sebagai tersangka, bersamaan waktunya dengan penerbitan surat perintah penyidikan yakni sama – sama pada tanggal 12 Mei 2023. Oleh karena surat perintah penangkapan dan surat perintah penyidikanya diterbitkan pada tanggal yang sama maka PEMOHON berkeyakinan sebelum PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka dan ditangkap oleh TERMOHON, TERMOHON tidak ada melakukan tindakan penyidikan seperti memeriksa saksi – saksi, mencari dan menyita surat – surat dan lain sebagainya, dengan tidak adanya TERMOHON melakukan tindakan penyidikan maka pada saat TERMOHON melakukan penangkapan terhadap PEMOHON yang sudah berstatus Tersangka, pada saat itu TERMOHON tidak mempunyai 2 ( dua ) alat bukti sebagaimana yang diharuskan oleh putusan Mahkamah Konstitusi nomor : 21/PUU – XII/2014.

Jika TERMOHON menyatakan telah mempunyai 2 ( dua ) alat bukti pada saat menangkap dan menetapkan status Tersangka terhadap PEMOHON, pertanyaanya 2 ( dua ) alat bukti apa yang dipunyai TERMOHON ? kapan TERMOHON melakukan pemeriksaan terhadap saksi – saksi, mengingat untuk memeriksa saksi – saksi TERMOHON harus melalui surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut, sebagaimana ini diatur dalam pasal 112 ayat ( 1 ) KUHAP.
Pasal 112 ayat ( 1 ) KUHAP menyebutkan :
“ Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut ”.

-    Bahwa dengan tidak adanya 2 ( dua ) alat bukti pada TERMOHON dalam menetapkan status Tersangka terhadap PEMOHON sebagaimana yang tercantum dalam surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023 maka penetapan status tersangka terhadap PEMOHON oleh TERMOHON tersebut adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

-    Bahwa pasal 5 ayat ( 1 ) huruf a UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah di ubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana disangkakan kepada PEMOHON menyebutkan :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 ( satu ) tahun dan paling lama 5 ( lima ) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- dan paling banyak Rp. 250.000.000,- setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatanya, yang bertentang dengan kewajibanya.
Bahwa penetapan PEMOHON sebagai tersangka oleh TERMOHON melanggar pasal 5 ayat ( 1 ) huruf a UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah di ubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 53 ayat ( 1 ) jo pasal 55 ayat ( 1 ) KUHP tersebut yang oleh TERMOHON disebut sebagai percobaan suap, hal tersebut adalah tidak sah karena tidak ada 2 ( dua ) alat bukti bahwa PEMOHON atau Dr. Zulhendra Das’at selaku Kepala Dinas Kesehatan Kab. Kampar ( Tersangka lainya dalam perkara terpisah ) ada memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dalam hal ini Penyidik / Penyelidik Polda Riau.
Bahwa tentang apa yang dimaksud dengan percobaan tindak pidana, hal ini dijelaskan dalam pasal 53 ayat ( 1 ) KUHP yang menyebutkan :
“ Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata – mata disebabkan karena kehendaknya sendiri ”.
Dalam prakteknya, dikatakan operasi tangkap tangan ( OTT ) suap misalnya jika pada saat penyuap akan memberikan uang kepada orang yang disuap disuatu tempat yang telah disepakati, akan tetapi penyerahan uang tersebut tidak terjadi karena penyuap dan orang yang akan disuap lebih dulu ditangkap oleh penegak hukum, peristiwa seperti ini baru tepat jika dikatakan sebagai OTT suap. Hal tersebut sangat jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada PEMOHON, dalam perkara yang disangkakan kepada PEMOHON pada saat PEMOHON dan Dr. Zulhendra Das’at ditangkap tidak ada peristiwa uang tersebut akan diserahkan kepada orang yang disuap dalam hal ini Penyidik Polda Riau, dan juga tidak ada janji – janji dan komunikasi dengan Penyidik Polda Riau bahwa PEMOHON atau Dr. Zulhendra Das’at akan memberikan sejumlah uang untuk penghentian sebuah perkara, dan dalam perkara percobaan suap yang disangkakan kepada PEMOHON tidak ada pihak yang disebut akan menerima suap yang diproses hukum dan ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON.
Dengan tidak adanya 2 ( dua ) alat bukti bahwa PEMOHON ataupun Dr. Zulhendra Das’at melakukan percobaan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dalam hal ini penyidik Polda Riau, maka penetapan PEMOHON sebagai Tersangka melanggar pasal 5 ayat ( 1 ) huruf a UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah di ubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 53 ayat ( 1 ) jo pasal 55 ayat ( 1 ) KUHP adalah tidak sah, oleh karenanya harus dibatalkan.
    
-    Bahwa pasal 12 huruf e UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ( 1 ) KUHP sebagaimana yang juga disangkakan kepada PEMOHON menyebutkan :
“ Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaanya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri ”.

-    Bahwa penetapan PEMOHON sebagai tersangka oleh TERMOHON melanggar pasal 12 huruf e UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ( 1 ) KUHP, hal tersebut adalah tidak sah karena tidak ada 2 ( dua ) alat bukti bahwa PEMOHON atau Dr. Zulhendra Das’at selaku Kepala Dinas Kesehatan Kab. Kampar ( Tersangka lainya dalam perkara terpisah ) ada melakukan pemaksaan kepada Kepala Puskesmas se Kabupaten Kampar untuk mengumpulkan / menyerahkan uang kepada PEMOHON untuk pengurusan perkara di Polda Riau, PEMOHON atau Dr. Zulhendra Das’at selaku Kepala Dinas Kesehatan Kab. Kampar ( Tersangka lainya dalam perkara terpisah ) tidak pernah mengancam atau mengintimidasi Kepala Puskesmas Se Kabupaten Kampar agar mereka mau menyumbang / iuran yang katanya untuk penyelesaian perkara di Polda Riau. Terkait proses pengumpulan uang itu sendiri berawal dari Kepala Puskesmas se Kabupaten Kampar dikumpulkan oleh Dr. Zulhendra Das’at selaku Kepala Dinas Kesehatan Kab. Kampar ( Tersangka lainya dalam perkara terpisah ) di ruang rapat Kantor Dinas Kesehatan Kab. Kampar, di dalam rapat tersebut Dr. Zulhendra Das’at menyampaikan meminta bantuan kepada Kepala Puskesmas se Kabupaten Kampar untuk patungan / iuran untuk mengumpulkan uang guna pengurusan perkara di Polda Riau, di dalam rapat tersebut disepakati iuran per puskesmas nilainya Rp. 10.000.000,- ( sepuluh juta rupiah ) dan juga disepakati uang tersebut dikumpulkan atau diserahkan kepada PEMOHON. Sampai jatuh tempo atau hari terakhir yang disepakati untuk mengumpulkan uang, dari 33 Puskesmas yang ada di Kab. Kampar baru 13 Kepala Puskesmas yang menyerahkan uang kepada PEMOHON dengan jumlah beragam ( banyak yang setor dengan nilai dibawah nilai yang disepakati ), ada yang menyerahkan Rp. 2.000.000,-, Rp. 5.000.000,- Rp. 7.000.000,-, Rp. 8.000.000,- dan memang ada beberapa yang menyerahkan sejumlah Rp. 10.000.000,-. Terhadap Kepala Puskesmas yang sampai jatuh tempo tapi belum menyerahkan uang yang disepakati, PEMOHON dan Dr. Zulhendra Das’at tidak ada menghubungi dan memaksa, mengancam dan mengintimidasi mereka untuk menyerahkan uang. Begitupun terhadap Kepala Pusekesmas yang menyerahkan uang kepada PEMOHON yang jumlahnya kurang dari yang disepakati, PEMOHON dan Dr. Zulhendra Das’at juga tidak ada menghubungi dan memaksa, mengancam serta mengintimidasi Kepala Puskesmas tersebut untuk menyerahkan uang dengan jumlah yang telah disepakati sebelumnya.
Berdasarkan uraian PEMOHON di atas nampak terang dan jelas bahwa tidak ada 2 ( dua ) alat bukti yang menunjukan bahwa PEMOHON atau Dr. Zulhendra Das’at ( tersangka lainya dalam perkara terpisah ) ada melakukan pemaksaan terhadap Kepala Puskesmas se Kabupaten Kampar agar mau patungan / menyerahkan sejumlah uang kepada Dr. Zulhendra Das’at melalui PEMOHON dan juga tidak ada 2 ( dua ) alat bukti bahwa PEMOHON atau Dr. Zulhendra Das’at ( tersangka lainya dalam perkara terpisah ) memaksa Kepala Puskesmas se Kabupaten Kampar untuk menyerahkan uang dengan jumlah yang telah disepakati dalam rapat sebelumnya yakni Rp. 10.000.000,- ( sepuluh juta rupiah ).
Berdasarkan uraian PEMOHON di atas maka penetapan PEMOHON sebagai Tersangka melanggar pasal 12 huruf e  UU RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah di ubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 jo pasal 53 ayat ( 1 ) jo pasal 55 ayat ( 1 ) KUHP adalah tidak sah, oleh karenanya harus dibatalkan.

B.    Penetepan status Tersangka terhadap PEMOHON sebagaimana tertulis dalam surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023 adalah tidak sah karena penetapan tersangkanya sendiri terhadap PEMOHON baru dilakukan pada tanggal 13 Mei 2023.
-    Bahwa berdasarkan surat perintah penangkapan terhadap PEMOHON nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023 diketahui status PEMOHON di dalam surat penangkapan tersebut sudah menjadi Tersangka ;
-    Bahwa status tersangka terhadap PEMOHON sebagaimana di dalam surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023 tersebut adalah tidak sah karena penetapan Tersangka terhadap PEMOHON sendiri baru dilakukan oleh TERMOHON pada tanggal 13 Mei 2023, hal ini PEMOHON ketahui dari surat pemberitahuan dimulainya penyidikan ( SPDP ) perkara a quo nomor : SPDP / 52/V/RES. 1.19/2023/Reskrimsus tertanggal 15 Mei 2023 yang didalam SPDP tersebut menyebutkan surat penetapan tersangka terhadap PEMOHON bernomor : S.Tap/52 – a/V/RES.1.19/2023/Reskrimsus tertanggal 13 Mei 2023, artinya pada saat PEMOHON ditangkap tanggal 12 Mei 2023 berdasarkan surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023 pada saat itu belum ada penetapan Tersangka terhadap PEMOHON, karena penetapan Tersangkanya sendiri baru dilakukan oleh TERMOHON pada tanggal 13 Mei 2023.


C.     Penetapan PEMOHON sebagai Tersangka tidak sah karena sebelumnya PEMOHON tidak pernah dipanggil dan diperiksa sebagai saksi / calon Tersangka.

-    Bahwa PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON dalam perkara dugaan melakukan tindak pidana korupsi dan atau penyalahgunaan wewenang dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat ( 1 ) huruf a dan atau pasal 12 huruf e Undang – undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 53 ayat ( 1 ) Jo pasal 55 ayat ( 1 ) ke – 1 KUHPidana, hal ini sebagaimana tercantum dalam surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023. Bahwa penetapan PEMOHON sebagai Tersangka tersebut tanpa didahului pemeriksaan PEMOHON sebagai saksi / calon tersangka.

-    Bahw penetapan Tersangka oleh TERMOHON terhadap PEMOHON tanpa di dahului pemeriksaan PEMOHON sebagai saksi atau calon Tersangka tersebut telah berentangan dengan  putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 yang didalam pertimbanganya menyebutkan :
“”bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya”.
“Menimbang bahwa pertimbangan Mahkamah yang menyertakan pemeriksaan calon tersangka disamping minimum dua alat bukti tersebut di atas, adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik”.

-    Oleh karena di dalam perkara a quo penetapan tersangka terhadap PEMOHON tidak didahului dengan pemeriksaan PEMOHON sebagai saksi atau calon Tersangka maka penetapan Tersangka terhadap PEMOHON tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, oleh karenanya sepatutnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.

II.    Penangkapan yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON adalah tidak sah.

-    Bahwa PEMOHON di tangkap oleh TERMOHON pada tanggal 12 Mei 2023 atas dugaan melakukan tindak pidana korupsi dan atau penyalahgunaan wewenang dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat ( 1 ) huruf a dan atau pasal 12 huruf e Undang – undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 53 ayat ( 1 ) Jo pasal 55 ayat ( 1 ) ke – 1 KUHPidana, penangkapan terhadap PEMOHON tersebut didasarkan pada surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023.
-    Bahwa penangkapan bedasarkan pasal 1 angka 20 KUHAP adalah suatu tindakan penyidik berupa pengengkangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 20 KUHAP di atas jelas bahwa penangkapan hanya boleh dilakukan terhadap seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan bukti yang cukup, sekarang mari kita cermati apakah penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON telah sesuai dengan pasal 1 angka 20 KUHAP ?
-    Bahwa PEMOHON berpendapat penangkapan yang dilakukan TERMOHON terhadap PEMOHON tidak sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 20 KUHAP karena pada saat TERMOHON melakukan penangkapan terhadap PEMOHON pada tanggal 12 Mei 2023, pada saat itu belum ada penetapan Tersangka terhadap PEMOHON sebab penetapan PEMOHON sendiri sebagai Tersangka baru dilakukan oleh TERMOHON pada tanggal 13 Mei 2023, hal ini PEMOHON ketahui dari surat pemberitahuan dimulainya penyidikan ( SPDP ) nomor : SPDP/52/V/RES. 1.19/2023/Reskrimsus yang PEMOHON terima dari TERMOHON dimana di dalam SPDP tersebut menyebutkan surat ketetapan nomor : S.Tap/52 – a/V/RES.1.19/2023/Reskrimsus tanggal 13 Mei 2023 tentang Penetapan Tersangka atas nama NS. Muhammad Rafi, S.Kep Bin Mahyudin.
-    Bahwa dengan TERMOHON melakukan penangkapan terhadap PEMOHON pada tanggal 12 Mei 2023 padahal pada saat itu terhadap PEMOHON belum ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON maka penangkapan yang dilakukan oleh TERMOHON tersebut tidak sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 20 KUHAP, penangkapan yang demikian sepatutnya untuk dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum
-    Bahwa oleh karena penangkapan yang dilakukan TERMOHON terhadap PEMOHON tidak sah maka tindakan / penetapan selanjutnya dari TERMOHON terhadap PEMOHON seperti penetapan tersangka, penahanan, penyitaan, pemeriksaan – pemeriksaan, seluruhnya harus dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Berdasarkan alasan – alasan yang PEMOHON sampaikan di atas nampak terang dan jelas bahwa penetapan status tersangka dan penangkapan yang dilakukan TERMOHON terhadap PEMOHON dilakukan TERMOHON dengan cara – cara yang tidak sesuai / bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, oleh karena itu mohon kiranya Bapak / Ibu Hakim yang memeriksa dan menyidangkan perkara praperadilan ini untuk menjatuhkan putusan yang amarnya sebagaiberikut :

1.    Mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan PEMOHON untuk seluruhnya ;
2.    Menyatakan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka melanggar pasal 5 ayat ( 1 ) huruf a dan atau pasal 12 huruf e Undang – undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 53 ayat ( 1 ) Jo pasal 55 ayat ( 1 ) ke – 1 KUHPidana  terhadap PEMOHON, sebagaimana yang tercantum dalam surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum ;
3.    Menyatakan penangkapan yang dilakukan TERMOHON terhadap PEMOHON sebagaimana surat perintah penangkapan nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum ;
4.    Menyatakan surat perintah penangkapan terhadap PEMOHON nomor : SP.Kap/48/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 12 Mei 2023 yang diterbitkan TERMOHON adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum ;
5.    Menyatakan surat ketetapan yang diterbitkan TERMOHON nomor : S.Tap/52 – a/V/RES.1.19/2023/Reskrimsus tanggal 13 Mei 2023 tentang Penetapan Tersangka atas nama NS. Muhammad Rafi, S.Kep Bin Mahyudin melanggar pasal 5 ayat ( 1 ) huruf a dan atau pasal 12 huruf e Undang – undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang – undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 53 ayat ( 1 ) Jo pasal 55 ayat ( 1 ) ke – 1 KUHPidana, adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum ;
6.    Menyatakan penahanan yang dilakukan TERMOHON terhadap PEMOHON berdasarkan surat perintah penahanan nomor : SP.Han/53/V/Res.1.19/2023/Ditreskrimsus tertanggal 13 Mei 2023 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum ;
7.    Memerintahkan kepada TERMOHON untuk mengeluarkan PEMOHON dari tahanan segera setelah putusan perkara ini dibacakan ;
8.    Memerintahkan kepada TERMOHON untuk segera mengembalikan benda – benda yang disita dari PEMOHON, segera setelah putusan perkara ini dibacakan ;
9.    Menyatakan segala tindakan, keputusan dan penetapan selanjutnya dari TERMOHON  terhadap PEMOHON adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum ;
10.    Memulihkan hak – hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan, nama baik dan harkat serta martabatnya ;
11.    Membebankan biaya perkara yang timbul kepada Negara;

 

Pihak Dipublikasikan Ya