Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PEKANBARU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
24/Pid.Pra/2023/PN Pbr 1.SARLI
2.ANJI MARDIATOR
KEPALA KEPOLISIAN DAERAH RIAU Cq, DIREKTUR RESERSE KRIMINAL UMUM, SUBDIT II POLDA RIAU Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 01 Nov. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 24/Pid.Pra/2023/PN Pbr
Tanggal Surat Rabu, 01 Nov. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1SARLI
2ANJI MARDIATOR
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN DAERAH RIAU Cq, DIREKTUR RESERSE KRIMINAL UMUM, SUBDIT II POLDA RIAU
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
Adapun alasan-alasan diajukannya Praperadilan adalah sebagai berikut :
 
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN;
 
1. Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.;
 
2. Bahwa praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP).;
 
3. Pasal 1 angka 10 menyatakan KUHAP :
 
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
 
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”;
 
4. Bahwa Pasal 77 KUHAP  :
 
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
 
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
 
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;
 
5. Bahwa  Putusan Pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak Tersangka, sehingga lembaga Praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
 
a. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011;
b. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012;
c. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012;
d. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;
e. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015 ;
 
6. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan  mengadili keabsahan penetapan tersangka;
 
7. Bahwa dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan;
 
II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN/FAKTA HUKUM 
 
1. Bahwa objek Praperadilan ini adalah tentang Sah atau Tidaknya Penetapan Status Tersangka terhadap Pemohon (Pemohon I dan Pemohon II) oleh Kepolisian Republik Indonesia Daerah Riau Cq. Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau SUBDIT II Polda Riau ;
 
2. Bahwa penetapan Status sebagai Saksi dan/atau Tersangka  oleh Termohon berdasarkan :
a. Laporan Polisi -------------------------------------------------------------------------
- LP Nomor: LP/520/XI/2022/SPKT/Polda Riau tanggal 03 November 2022. 
b. Surat Perintah Penyidikan --------------------------------------------------------
- Nomor : SP.Sidik/152/XI/RES.1.11./2022, tanggal 15 November      2022.
c. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan---------------------------------
- Nomor: SPDP/154/XI/2022/Ditreskrimum, tanggal 15 November 2022.
d. Sesuai Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Termohon kepada Pemohon I (An. Sarli)-----------------------------------------------------
- Nomor : S.Tap/10/X/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tanggal 24 Januari 2023.
e. Sesuai Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Termohon kepada Pemohon II (An. Anji Mardiator)----------------------------------------
- Nomor : S.Tap/9/X/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tanggal 24 Januari 2023..
f. Sesuai dengan surat panggilan Termohon kepada Pemohon I sebagai Tersangka-------------------------------------------------------------------
- Nomor : S.Pgl/97/I/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tanggal 23 Januari 2023.
- Nomor : S.Pgl/97.a/I/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tanggal 31 Januari 2023.
- Nomor : S.Pgl/288/III/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tanggal 03 Maret 2023.
- Nomor : S.Pgl/1117/IX/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tanggal 27 September 2023.
g. Sesuai dengan surat panggilan Termohon kepada Pemohon II sebagai Tersangka-------------------------------------------------------------------
- Nomor : S.Pgl/96/I/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tanggal 23 Januari 2023.
- Nomor : S.Pgl/96.a/I/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tanggal 31 Januari 2023.
- Nomor : S.Pgl/289/III/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tanggal 03 Maret 2023.
- Nomor : S.Pgl/1116/IX/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tanggal 27 September 2023.
 
3. Bahwa berdasarkan Surat Panggilan tersebut yang ditujukan Termohon kepada Pemohon adalah dengan tegas menyatakan Peristiwa yang diduga Perbuatan Pidana yang dirumuskan dalam Pasal 378 dan atau Pasal 372 Jo. Pasal 64 KUHPidana Bahwa dugaan Peristiwa Pidana adalah sebagai berikut: 
 
“Dugaan tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh terlapor atas nama Anji Mardiator, Dkk dimana terlapor tidak menyerahkan uang hasil panen tanaman akasia yang menjadi hak pelapor (Raminda Unelly Maret Sembiring) sesuai dengan Kesepakatan Bersama yang dibuat oleh pelapor dan para terlapor yang dibuat pada tanggal 26 februari 2020, yang terjadi sejak tahun 2020 hingga tahun 2022”.
 
 
A. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
1. Bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum Presumption of innocence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, Negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan”; 
 
2. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan;
 
3. Bahwa dengan adanya kesewanang-wenangan maka akan hadir ketidakpastian Hukum dalam penetapan status bagi diri Pemohon dimana hal ini sangat merugikan diri Pemohon karena telah menimbulkan pelanggaran terhadap hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak Asasi sesuai dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945; 
 
a. Bahwa Pemohon I adalah Warga Negara Republik Indonesia yang berprofesi sebagai Karyawan Swasta. Juga sebagai pihak yang  menjalankan kuasa atas Surat Kuasa dari Ketua Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat Anji Mardiator (Pemohon II) untuk melakukan kegiatan usaha Koperasi dalam pemanfaatan, pemanenan dan penjualan kayu akasia milik masyarakat yang menggabungkan diri dan/atau bekerjasama dengan koperasi terhadap lahan masyarakat yang ditumbuhi tanaman akasia, dan Pemohon I juga sebagai Penerima Kuasa dari pemilik lahan/tanah/ketua kelompok Sugeng Santoso seluas 618 hektare yang terletak di Kampung Penyengat yang menjadi objek yang dikerjasamakan kepada Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau;
 
b. Pemohon II adalah Warga Negara Republik Indonesia yang berprofesi sebagai Buruh Harian Lepas sekaligus selaku Ketua Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat berdasarkan akta pendirian koperasi yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT Irmaini, SH dengan no Akta 06 tanggal 19 Mei 2017 serta telah mendapatkan pengesahan Akta Pendirian Koperasi dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil, dan Menengah dengan nomor: 004775/BH/M.KUM.2/VII/2017 yang berlamat di Desa Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau yang bertindak untuk kepentingan koperasi dan anggota koperasi;
 
c. Pemohon I yang kapasitasnya sebagai penerima Kuasa dari Pemilik Tanah 618 ha (Sugeng santoso) dan Pemohon II selaku Ketua Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat dan PT. Triomas Forestry Development Indonesia (perusahaan perkebunan kelapa sawit) yang diwakili Direkturnya Raminda Unelly Maret Sembiring menandatangani Kesepakatan Bersama sebagai bentuk wujud tercapainya kesepakatan perdamaian atas adanya perkara saling lapor kepihak kepolisian. Yaitu perkara dugaan pencurian tanaman akasia Pihak Pemohon II/Koperasi sebagai Terlapor dan Pihak PT. Triomas FDI sebagai Pelapor, dan perkara dugaan overlap perkebunan sawit diluar HGU dalam kawasan HP dan HPK, PT. Triomas FDI sebagi Terlapor dan Pemohon II/Koperasi sebagai Pelapor. Dalam Kesepakatan Bersama Pemohon I Kapasitas Sebagai Penerima Kuasa dari Pemilik lahan 618 ha (Sugeng Santoso) sebagai Pihak Kedua, Pemohon II selaku Ketua Koperasi sebagai Pihak Pertama, dan PT. Triomas FDI Sebagai Pihak Ketiga dalam Kesepakatan Bersama yang dilegalisasikan pada kantor Notaris FRANSISKUS DJOENARDI, S.H, Notaris di Pekanbaru dengan nomor legalisasi2.877/Leg/2020 pada tanggal 26 Februari 2020 yang mengatur mengenai adanya hak dan kewajiban antara masing-masing para pihak;
 
d. Bahwa Kepolisian Daerah Riau, khususnya Subdit II Ditreskrimum Polda Riau telah menerbitkan LP Nomor: LP/520/XI/2022SPKT/POLDA RIAU tanggal 03 November 2022 yang didasari adanya Laporan Pengaduan/Dumas dari Pihak PT. Triomas Forestry Development Indonesia kepada Pemohon I dan Pemohon II atas dugaan Penipuan dan penggelapan sebagaimana rumusan Pasal 372 KUHP dan Pasal 378 Jo. Pasal 64 KUHP yang mana pengaduan/dumas tersebut didasarkan dengan adanya Kesepakatan Bersama yang dilegalisasikan pada kantor Notaris FRANSISKUS DJOENARDI, S.H, Notaris di Pekanbaru dengan nomor legalisasi2.877/Leg/2020 pada tanggal 26 Februari 2020, yang mana Kesepakatan Bersama tersebut mengatur mengenai adanya hak dan kewajiban para pihak. Bahwa Pelapor/Pihak Ketiga (PT. Triomas FDI)  melaporkan Pemohon I dan Pemohon II berdasarkan salah satu klausul Kesepakatan bersama, atas dugaan tidak menyerahkan hasil panen akasia sepertiga (1/3) yang menjadi bagian milik Pelapor/Pihak Ketiga yang dihitung dari kesuluruhan hasil panen akasia diatas tanah 618 ha yang telah berjalan sejak tahun 2020, yang notabenenya diketahui hasil panen akasia tersebut adalah tanaman milik masyarakat, dan tumbuh diatas tanah masyarakat/ Pemohon I dan Pemohon II;
 
e. Bahwa dari laporan pengaduan tersebut/dumas telah jelas terlihat kontruksi hukum perkaranya adalah Perdata karena erat kaitannya dengan hak dan kewajiban para pihak. Maka timbullah pertanyaan apakah yang menjadi dasar/prinsip objek Pelaporan? siapakah yang menipu? Dan siapa yang menggelapkan? Atau barang siapa yang digelapkan? Apa dasar klaim kepemilikan hak? Dan bagaimana kontruksi hukumnya perdata atau menjurus kepidana?, maka itulah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab terlebih dahulu, terlebih apa yang dituntut oleh Pelapor (PT. Triomas FDI) dalam Kesepakatan Bersama pada prinsispnya adalah hak dan kepunyaan Pemohon/masyarakat yang benar terikat pada Kesepakatan yang sifatnya Perdata (prestasi, hak dan kewajiban). Namun pihak penyidik Subdit II Ditreskrimum Polda Riau seolah mengenyampingkan fakta tersebut, Kepolisian Polda Riau telah menerbitkan LP Nomor: LP/520/XI/2022SPKT/POLDA RIAU tanggal 03 November 2022, dan bahkan dari rekomendasi hasil gelar perkara yang digelar pada tanggal 25 Oktober 2022 di Polda Riau telah menaikkan status LP dengan adanya Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp Sidik/152/XI/RES.1.11/2022 tanggal 15 November 2022 serta SPDP No: SPDP/154/XI/RES.1.11/2022/Ditreskrimum tanggal 15 November 2022;
 
f. Akibat telah terbitnya SPDP telah ditetapkan pula status Tersangka kepada Pemohon (Pemohon I dan Pemohon II) Kemudian pada tanggal 23 Januari 2023 terbitlah Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/97/I/RES/.1.11/2023/Ditreskrimum yang ditujukan kepada SARLI (Pemohon I), dan Surat Panggilan Nomor: S.Pgl/96/I/RES/.1.11/2023/Ditreskrimum  tertanggal 24 Januari 2023 yang ditujukan kepada ANJI MARDIATOR (Pemohon II) untuk keduanya dimintai keterangan sebagai Tersangka;
 
g. Diketahui kapasitas penetapan Pemohon I dan Pemohon II sebagai tersangka karena diduga kuat sebagai Pihak Koperasi Produsen satu Hati Penyengat/Pihak Pertama dalam Kesepakatan Bersama sebagai pihak yang tidak menyerahkan hak/bagian 1/3 (sepertiga) hasil penjualan kayu akasia milik PT. Triomas FDI/Pelapor/Pihak Ketiga yang telah berlangsung sejak tahun 2020;
 
h. Selanjutnya diketahui telah terbitnya Surat Pemberitahuan Peningkatan Status Tersangka yang ditujukan kepada Kejaksaan Tinggi Riau Nomor : B/4/I/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tertanggal 24 Januari 2023 yang juga ikut di tembuskan kepada para Tersangka/Pemohon;
 
i. Bahwa pada tanggal tanggal 06 Februari 2023 dalam proses pemeriksaan lanjutan para tersangka di Subdit II Ditreskrimum Polda Riau, tersangka melalui Penaserhat hukum telah mengajukan surat permohonan untuk tidak dilakukan penahanan kepada para tersangka, sehingga selesai pemeriksaan lanjutan tersebut tersangka tidak dikenai kurungan/penahanan;
 
j. Bahwa dalam bergulirnya perkara hukum tersebut Pemohon I dan Pemohon II mengetahui bahwa perkara tersebut telah dua kali berstatus P-19, dalam artian telah dua kali berkas perkara penyidik dikembalikan pihak Kejaksaan Tinggi Riau dengan disertai petunjuk untuk dilengkapi. hal ini diketahui Pemohon dari Penasehat Hukum PT. Triomas FDI (Pelapor) langsung dalam agenda sidang pembuktian surat-surat/dokumen pengantar bukti surat Tergugat pada sidang perdata terdahulu dengan nomor perkara 35/Pdt.G/2023/PN.Pbr dengan objek Kesepakatan Bersama yang dilegalisasikan pada kantor Notaris FRANSISKUS DJOENARDI, S.H, Notaris di Pekanbaru dengan nomor legalisasi2.877/Leg/2020 pada tanggal 26 Februari 2020 yang kala itu putusana NO;
 
 Pertama pada tanggal 09/02/2023 penyidik telah mengirimkan berkas perkara ke Jaksa dan pada tanggal 24/02/2023 jaksa mengembalikan berkas perkara;
 Kedua pada tanggal 08/05/2023 penyidik telah mengirimkan berkas perkara ke Jaksa dan pada tanggal 19/05/2023 Jaksa kembali mengembalikan berkas perkara;
Namun hingga saat ini sudah hampir 9 bulan sejak P-19 pertama dan 2 kali P-19 hingga saat sekarang perkara tersebut tidak diketahui kelanjutannya;
 
k. Bahwa pada tanggal 27 september 2023 pihak kepolisian Subdit II Ditreskrimum Polda Riau mengirimkan Surat Panggilan ke-1 (satu) dengan nomor S.Pgl/1116/IX/RES.1.11./2023/Ditreskrimum atas nama terpanggil Anji Mardiator (Pemohon II) dan nomor S.Pgl/1117/IX/RES.1.11./2023/Ditreskrimum atas nama terpanggil Sarli (Pempohon I) guna dimintai keterangan sebagai Tersangka, namun dikarenakan para pemohon mengalami kendala untuk menyesuaikan waktu dengan penyidik, agenda sesuai Surat Panggilan-1 (satu) belum terlaksana;
 
l. Bahwa, pada tanggal 11 Oktober 2023 Pemohon I dan Pemohon II telah mendaftarkan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Pelapor (PT. Triomas FDI) dengan objek gugatan Kesepakatan Bersama yang dilegalisasikan pada kantor Notaris FRANSISKUS DJOENARDI, S.H, Notaris di Pekanbaru dengan nomor legalisasi2.877/Leg/2020 pada tanggal 26 Februari 2020, dan telah mendapatkan nomor perkara 237/Pdt.G/2023/PN. Pbr dengan jadwal sidang pertama pada tanggal 08/11/2023 yang mempunyai korelasi dan hubungan dengan dasar LP yang sedang ditangani Polda Riau atas tersangka (Pemohon I dan Pemohon II), dan selayaknya lah jika Kepolisian Polda Riau tetap memaksakan perkara tersebut untuk diproses hingga ketahan dua (P-21) kepada pihak kejakasaan bahkan sampai kepada kewenangan peradilan untuk memutusnya, maka selayaknya lah dengan menghormati proses hukum mak harus menunggu hasil upaya hukum yang ditempuh Pemohon I dan II melalui lembaga peradilan Negeri Pekanbaru dengan Nomor Perkara 237/Pdt.G/2023/PN. Pbr hingga mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah);
 
m. Bahwa sesudahnya dihari yang sama tepat pada tanggal 11 Oktober 2023 sekira pukul 22.30 WIB Pemohon I ditangkap dikediamannya di Kota Pekanbaru, serta Pemohon II pada tanggal 12 Oktober 2023 pada pukul sekira 02.00 Wib di tangkap di kediaman rekan/temannya di Kota Pekanbaru, dan kedua Pemohon tangkap, diangkut dan dibawa ke Ruang Subdit II Ditreskrimum Polda Riau untuk dilakukan pemeriksaan untuk diambil BAP tanpa didamping Penasehat Hukum, penangkapan tersebut berdasarkan adanya Surat Penangkapan Nomor SP.Kap/97/X/RES.1.11./2022/Ditreskrimum tanggal 11/10/2023 untuk penangkapan Anji Mardiator (Pemohon II) dan Surat Penangkapan Nomor SP.Kap/98/X/RES.1.11./2022/Ditreskrimum tanggal 11/10/2023 untuk penangkapan Sarli (Pemohon I) yang diserahkan kepada Penasehat Hukum sesudah dilakukan BAP;
 
n. Bahwa, setelah dilakukan penangkapan Pemohon I dan Pemohon II dilakukan Penahanan pada Rumah Tahanan Negara Dittahti Polda Riau Jalan Pattimura No. 13 Pekanbaru sejak tanggal 12 Oktober 2023 hingga 31 Oktober 2023 sesuai surat Perintah Penahanan dengan Nomor yang sama untuk Pemohon I dan Pemohon II: SP.Han/87/X/RES.1.11./2023/Ditreskrimum tertanggal 12/10/2023;
 
o. Bahkan Pemohon melalui Penasehat Hukumnya telah mengimkan surat permohonan kepada Ditreskrimum Polda Riau pada tanggal 12/10/2023 untuk dilakukan Penangguhan Penanganan Perkara Pidana tersebut sebelum pemohon menerima surat penangkapan dan penahanan dari Polda Riau untuk Pemohon I dan II, dengan maksud tujuan surat tersebut agar dilakukan penagguhan penanganan perkara hingga adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) terkait pendaftaran gugatan dengan Nomor Perkara 237/Pdt.G/2023/PN. Pbr melalui Pengadilan Negeri terkait Kesepakatan Bersama karena menyangkut dasar LP yaitu Kesepakatan Bersama yang juga menjadi dasar Pelaporan PT. Triomas FDI ke Polda Riau, yang harus diuji secara keperdataan merujuk dan sesuai Perma no. 01 tahun 1956. pasal 1 menjelaskan “Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat ditangguhkan untuk menunggu satu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu”.
 
4. Bahwa pemanggilan merupakan salah satu upaya paksa dalam fase penyidikan selain penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan surat. Adapun yang dimaksud dengan penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Dengan demikian, tujuan dari pemanggilan adalah sebagai salah satu upaya mencari bukti-bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana.
 
5. Bahwa sesuai dengan Pasal 112 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP apabila dalam hal pihak yang dipanggil tidak hadir, maka penyidik akan menerbitkan Surat Panggilan kedua. Apabila tanpa alasan yang patut dan wajar, kembali pihak yang dipanggil tidak memenuhi Surat Panggilan kedua, maka penyidik dapat menerbitkan Surat Perintah Membawa bagi pihak yang dipanggil tersebut, dan disebutkan juga dalam Pasal 113 KUHAP bahwa dalam hal pihak yang dipanggil tidak dapat memenuhi panggilan karena alasan yang patut dan wajar, maka pemeriksaan oleh penyidik dapat dilakukan di tempat kediamaan atau tempat lain dengan memperhatikan kepatutan.
 
6. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 jo. Pasal 14 ayat (1) Perkap 12/2009, prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka.
 
7. Bahwa patut diduga Termohon telah mengenyampingkan dan atau tidak menghiraukan Undang-Undang dan peraturan tersebut diatas, Terlebih yang menjadi dasar LP adalah Kesepakatan Bersama yang merupakan kontruksi hukum/ranah hukum perdata bukan pidana sehingga terkesan adanya pemaksaan perkara perdara masuk keranah hukum pidana karena hal ini bertentangan dengan yang diatur dalam Yurisprudensi Nomor: 4/Yur/Pid/2018 yang dalam kaidah hukumnya menjelaskan “para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah keperdataan, kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan itikad buruk/tidak baik”;
 
8. bahwa sangat jelas para tersangka menyatakan bahwa tidak dilaksanakan kewajiban oleh tersangka atas apa yang diatur dalam Kesepakatan Bersama akibat Pelapor yang tidak melaksanakan kewajibannya secara timbal balik kepada tersangka, sementara apa yang menjadi dasar kepemilikan tanah masyarakat berupa surat-surat kepemilikan tanah 618 ha telah diserahkan dan dikuasai oleh pihak Pelapor hingga saat ini;
 
9. bahwa konsep perjanjian maupun Kesepakatan bersama dasarnya adalah hubungan keperdataan yang diatur dalam Burgerkijk Wetboek (B.W) apabila orang yang berjanji atau kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai prestasi maka berdasarkan pasal 1365 BW orang tersebut telah melakukan wanprestasi atau cidera janji, sehingga penyelesaian perkaranya haruslah dilakukan secara perdata;
 
10. Bahwa berdasarkan hal tersebut dengan bukti yang tegas dan jelas serta memiliki kepastian hukum bahwa Penetapan Tersangka terhadap Pemohon I dan Pemohon II mengenyampingkan fakta hukum/kontruksi hukum yang merupakan ranah hukum perdata yang berdasarkan Kesepakatan Bersama, 
 
11. Bahwa berkaitan dengan hal tersebut diatas, terdapat indikasi adanya Prejudiciel Geschil. Pada Hakekatnya penyidik yang dalam hal ini merupakan gerbang terdepan pada proses penegakan Hukum pidana di Indonesia sebelum melanjutkan atau menentukan dugaan perkara tindak Pidana yang didalamnya ada anasir atau unsur Perdata, sudah sewajarnya terlebih dahulu mengkaji lebih mendalam tentang semua hal terkait fakta-fakta Hukum yang dilaporkan tersebut sehingga akan memberikan keadilan bagi semua pihak.
 
12. Bahwa TERMOHON selaku Penyidik atas perkara yang ditangani dan diprosesnya tidak boleh sewenang-wenang dalam menetapkan status seseorang sebagai TERSANGKA, termasuk PEMOHON karena berdasarkan pasal 7 ayat 3 KUHAP menegaskan: “Dalam melakukan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi Hukum yang berlaku”.
 
11. Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas  bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan Tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang Tidak Sah dan dapat dibatalkan menurut Hukum;
 
 
B. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
1. Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Ditreskrimum Polda Riau berdasarkan Kesepatan Bersama, Keterangan Tersangka dokumen catatan/rekap penjualan kayu akasia milik tersangka.
2. Bahwa secara prinsip objek perjanjian berupa surat kepemilikan tanah milik masyarakat SKT/SKGR seluas 618 ha yang telah menggabungkan diri untuk kegiatan usaha koperasi telah diterima dan berada dalam penguasaan Pelapor, serta diatas tanah tersebut tumbuh tanaman akasia milik masyarakat, bukan milik atau yang diusahakan penanaman oleh Pelapor sehingga sudah selayaknya Pemohon membagikan dan menyalurkan dana hasil usaha kepada anggota koperasi ketika Pelapor tidak melaksanakan kewajibannya;, 
3. Bahwa sebagaimana diketahui melalui pengembalian berkas perkara oleh Kejaksaan Tinggi Riau, terdapat 2 (dua) kali pengembalian berkas perkara dari Kejaksaan Tinggi Riau (P-19) yang diketahui dari keterangan yang diberikan Penasehat Hukum Pelapor dalam agenda pembuktian dalam agenda sidang pembuktian surat-surat/dokumen pengantar bukti surat Tergugat pada sidang perdata terdahulu dengan nomor perkara 35/Pdt.G/2023/PN.Pbr dengan objek Kesepakatan Bersama yang dilegalisasikan pada kantor Notaris FRANSISKUS DJOENARDI, S.H, Notaris di Pekanbaru dengan nomor legalisasi2.877/Leg/2020 pada tanggal 26 Februari 2020;;
2.1 Pertama pada tanggal 09/02/2023 penyidik telah mengirimkan berkas perkara ke Jaksa dan pada tanggal 24/02/2023 jaksa mengembalikan berkas perkara;
2.2 Kedua pada tanggal 08/05/2023 penyidik telah mengirimkan berkas perkara ke Jaksa dan pada tanggal 19/05/2023 Jaksa kembali mengembalikan berkas perkara;
 
4. berdasarkan Surat (P-19) Kejaksaan Tinggi Riau dimana menurut masih terdapat kekurangan dan petunjuk yang harus dilengkapi baik secara formil maupun materiil. Termohon tidak dan atau belum pernah melengkapi yang sedianya wajib dilengkapi oleh Termohon;
 
5. Bahwa berdasar pada Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014 Frasa “Bukti Permulaan”, Frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan pasal 184 KUHAP.
 
6. Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Daerah Riau Ditreskrimum Polda Riau kepada Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon telah dua kali berstatus P-19;
 
7. Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Pemohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
 
 
C. SYARAT FORMIL DAN MATERIL PENANGKAPAN DAN PENAHANAN TIDAK TERPENUHI
 
1. Cacat Materil penangkapan dan Penahanan
 
Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah diuraikan di atas, terbukti bahwa Penetapan Tersangka, penangkapan dan penahanan yang diiakukan Polda Riau cacat materil. Hal ini akan Pemohon jelaskan sebagai berikut ini:
 
a. Penangkapan terhadap Pemohon
 
Bahwa ketentuan pasal 17 KUHAP menyatakan: "Perintah penangkapan diiakukan seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti pemulaan yang cukup." Lebih lanjut penjelasan pasal 17 KUHAP menyatakan: "yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan untuk adanya tindak pidana sesuai dengan ketentuan pasal 1 butir 14. Pasal ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat diiakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana." Pasal 1 butir 14 menyatakan "Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana."
 
Bahwa dalam perkara tersebut telah jelas kontruksi hukum jelas adalah hukum perdata yang berlandaskan dengan adanya Kesepakatan Bersama antara Pelapor dan Terlapor (Pemohon I dan II) yang seharusnya tidak ditarik masuk keranah hukum pidana oleh kepolisian Polda Riau namun seharusnya adalah murni ranah hukum perdata (PMH/Wanprestasi). Maka untuk menentukan substansi perkara benar benar adalah hukum perdata haruslah dilakukan pengujian dengan upaya hukum melalui lembaga peradilan yang saat ini tengah ditempuh Pemohon I dan II, dan selayaknyalah pihak kepolisian Polda Riau menghormati upaya hukum tersebut dan melakukan penangguhan penanganan perkara tersebut.
 
Penangkapan dan jemput paksa yang dilakukan oleh Kepolisian Polda Riau dinilai berlebihan dikarenakan surat panggilan yang sebelumnya dikirimkan kepada Pemohon I dan II adalan Surat Panggilan -1 (satu/pertama).
 
Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam Perma Nomor 01 tahun 1956 dalam pasal 1 menjelaskan “Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat ditangguhkan untuk menunggu satu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu”.
 
Serta Yurisprudensi Nomor: 4/Yur/Pid/2018 yang dalam kaidah hukumnya menjelaskan “para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah keperdataan, kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan itikad buruk/tidak baik”;
 
Bahwa semestinya pengaduan/dumas/laporan yang diajukan oleh PT. TRIOMAS FDI, dan kemudian ditindaklanjuti oleh Termohon, dengan menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, adalah suatu tindakan yang masih premature dan terkesan dipaksakan, untuk itu tindakan penyidikan yang diiakukan oleh Termohon, selanjutnya penetapan Tersangka yang diiakukan oleh Termohon adalah tindakan yang tidak sah;
 
b. Penahanan terhadap Pemohon
 
Bahwa ketentuan pasal 21 ayat (1) KUHAP menyatakan: "perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga kerena melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana."
 
Sementara diketahui saat penangkapan, para Pemohon masih berada di kediaamannya serta berada dalam wilayah kota pekanbaru, selama permintaan keterangan atau pun BAP terhadap Pemohon I dan Pemohon II interval waktu tahun 2022 hingga September 2023 Pemohon I dan II selalu Kooperatif, mengenai dikhawatirkan menghilangkan barang bukti Pemohon I dan Pemohon II telah kooperatif menyerahkan semua yang dianggap sebagai barang bukti yang dimintai pihak Penyidik. permintaan penyidikpun untuk menghentikan aktifitas diatas lahan tanah milik tersangkapun telah dituruti tanpa ada perlawanan dari Pemohon I dan II sebagai wujud kooperatifnya tersangka sebagai warga Negara yang baik,  Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum dalam proses pemeriksaan Pemohon, Polda Riau tidak memiliki cukup bukti untuk melakukan penahanan terhadap Pemohon I dan II karena penahanan hanya didasarkan pada barang bukti Kesepakatan Bersama terlebih perkara yang dituduhkan sudah dua kali berstatus P19 dari Jaksa kejasaan tinggi Riau dan adanya Kesepakatan Bersama yang menjadi dasar pengakuan hak dari pelapor yang saat ini Kesepakatan tersebut dalam upaya hukum perdata di Pengadilan Negeri Pekanbaru;
 
Dan sudah selayaknyalah terhadap Pemohon I dan II dinilai tidak sepantasnya dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Dittahti Polda Riau, apalagi jika dinilai dari ancaman pidana yang membayangi Pemohon I dan II jika perkara ini dipaksaakan naik ketahap persidangan adalah Pasal 372 KUHP dan 378 KUHP Jo. Pasal 64 KUHP.
 
Bahwa tindakan penyidikan yang dilakukan atas diri Pemohon sebagai Tersangka dengan semata-mata mendasarkan Kesepakatan Bersama yang legalisasi pada kantor notaris tanpa memperhatikan fakta-fakta yang berkesesuai dengan hak kepemilikan objek Kesepakatan Bersama yang mana substasni Kesepakatan tersebut adalah ranah hukum perdata;
 
D. PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN
 
a. Bahwa yang menjadi dasar pelaporan Pelapor (PT. Triomas FDI) terhadap Pemohon adalah Kesepakatan Bersama Nomor 2877/Leg/2020 yang dilegalisasikan pada kantor Notaris Fransiskus Djoenardi, SH pada tanggal 26 Februari 2020. Terhadap akta Kesepakatan Bersama tersebut telah memunculkan perikatan antar kedua belah pihak. Untuk itu hubungan hukum antara kedua belah pihak merupakan hubungan hukum yang bersifat keperdataan.
 
b. Bahwa terdapat perbedaan antara Wanprestasi dan Penipuan/Penggelapan. Wanprestasi dapat berupa: (i) tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan; (ii) melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya; (iii) melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; atau (iv) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga. Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata. Sedangkan penipuan masuk ke dalam bidang hukum pidana (delik pidana) (ps. 378 KUHP). Seseorang dikatakan melakukan penipuan apabila ia dengan melawan hak bermaksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain. “Melawan hak” di sini bisa dicontohkan memakai nama palsu, perkataan-perkataan bohong, sementara delik pidana Penggelapan perlu adanya penggalian fakta tentang hak siapa? Milik siapa? Atas dasar apa? Bagaimana timbul pengakuan dan klaim hak?, terlebih Kesepakatan Bersama mengatur Hak dan Kewajiban masing-masing pihak, apakah telah seimbang pemenuhan prestasi antara pihak? Sehingga berani mengarahkan perkara yang kontruksi hukumnya adalah perdata ke ranah pidana;
 
c. bahwa adapun yang menjadi dasar perkara ini adalah perkara perdata adalah Kesepakatan Bersama yang dibuat dihadapan Notaris serta adanya klausul-klausul tentang hak dan kewajiban para pihak dalam Kesepakatan Bersama:
 
- Pihak PT. TRIOMAS FDI/Pelapor menjanjikan akan mengadakan kerjasama dengan koperasi Produsen Satu Hati Penyengat dalam Pembangungan dan Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan dengan Model KKPA dikampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak dengan luas lahan 783 Hektar, dengan lokasi/titik kordinat yang telah ditentukan sendiri oleh PT. TRIOMAS FDI dalam Kesepakatan, namun pasca penandatanganan Kesepakatan Bersama lahan tersebut diketahui adalah milik pihak lain yang telah ditumbuhi kelapa sawit yang tidak ada hubungan dengan pihak yang membuat kesepakatan bersama, dan bahkawn setelah di cek lapangan atas koordinat yang diberikan oleh Perusahaan melalui pejabat BPN yang disaksikan oleh pihak Koperasi, Perusahaan dan Pengacara PT. Triomas  Lahan tersebut sebahagian masuk kawasan hutan, HP dan HPK. Dan hingga saat ini kewajiban tersebut tidak dilaksanakan oleh pihak Pelapor;
 
- Lalu PT. Triomas FDI/Pelapor menjanjikan akan membangun perkebunan kelapa sawit pola kemitraan dengan model KKPA dikampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, sebagai kewajiban 20% dari pengajuan hak atas tanah (HGU) yang diajukan oleh pihak PT. TRIOMAS FDI sebagaimana diatur dalam pasal 58-60 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 Jo Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 07 Tahun 2017 dan Peraturan lainnya yang akan dimulai pada Tahun 2020. Namun hingga saat ini lahan plasma seluas 20% dari luas HGU juga tidak pernah ada. Padahal kewajiban 20% lahan Plasma tersebut kewajiban PT. TRIOMAS FDI sebagaimana ketentuan Undang-Undang, namun ketentuan tersebut dimasukkan dalam perjanjian juga tidak pernah dilaksanakan secara nyata;
 
- Disisi lain Pemohon/Tersangka dimintai menyerahkan surat kepemilikan tanah 618 ha, dan surat kepemilikan tanah tersebut telah diserahkan kepada PT. Triomas FDI seluas 618 Ha seketika penandatanganan Kesepakatan Bersama tersebut, dan bahkan saat ini lahan tersebut telah dikuasai, digarap, dirusak, dan ditanami kelapa sawit oleh PT. TRIOMAS FDI; 
 
- Bahwa PT. TRIOMAS FDI menjanjikan Menyerahkan Tukar Guling lahan kepada Koperasi dan masyarakat yang dilakukan secara berbarengan/ tukar guling areal koridor RAPP. namun dalam Kesepakatan Bersama TUKAR GULING yang DIMAKSUD TIDAK DIJELASKAN WUJUD NYA”;
 
- Pihak PT. TRIOMAS FDI berkewajiban untuk melaksanakan ganti rugi final senilai Rp. 1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta rupiah) kepada Pihak Kedua (masyarakat pemilik tanah), namun hal tersebut tidak pernah dilaksanakan hingga saat sekarang. Anehnya lagi dalam Kesepatan Bersama uang yang digunakan untuk membayar ganti rugi final senilai Rp. 1.600.000.000 tersebut adalah uang dari hasil penjualan kayu masyarakat sendiri;
 
- Lalu dalam kesepakatan bersama tersebut PT. TRIOMAS FDI meminta bagian 1/3 (seper tiga) dari hasil panen tumbuhan kayu akasia yang berada diatas tanah milik masyarat (diatas lahan 618 ha) sementara PT. TRIOMAS FDI TIDAKLAH PIHAK YANG MEMILIKI DASAR HAK APAPUN ATAS LAHAN MAUPUN TANAMAN KAYU AKASIA YANG ADA PADA LAHAN 618 Ha milik masyarakat dan tidak melaksanakan kewajibannya yang lain dalam Kesepakatan Bersama:
 
d. Bahwa berdasar pada kenyataan yang terjadi pada Pemohon, antara pemohon dengan pelapor diikat melalui Kesepakatan Bersama yang sama-sama beritikat baik untuk memenuhi perjanjian, tidak ada maksud melakukan penipuan/penggelapan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sehinga dengan demikian tidak tepat apabila Pemohon disangka melakukan dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena hubungan hukumnya merupakan hubungan hukum keperdataan.
 
e. Bahwa dalam bergulirnya perkara hukum tersebut Pemohon I dan Pemohon II mengetahui bahwa perkara tersebut telah dua kali berstatus P-19 dalam artian telah dua kali berkas perkara penyidik dikembalikan pihak jaksa dengan disertai petunjuk, Pertama pada tanggal 09/02/2023 penyidik telah mengirimkan berkas perkara ke Jaksa dan pada tanggal 24/02/2023 jaksa mengembalikan berkas perkara; Kedua pada tanggal 08/05/2023 penyidik telah mengirimkan berkas perkara ke Jaksa dan pada tanggal 19/05/2023 Jaksa kembali mengembalikan berkas perkara, hal ini diketahui langsung dari informasi yang diberikan oleh Penasehat Hukum PT. Triomas FDI dalam agenda sidang perdata terdahulu;
 
f. Terlebih pada tanggal 11 Oktober 2023 Pemohon I dan Pemohon II telah mendaftarkan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Pelapor (PT. Triomas FDI/pelapor) dengan telah mendapatkan nomor perkara 237/Pdt.G/2023/PN. Pbr dengan jadwal sidang pertama pada tanggal 08/11/2023 yang mempunyai korelasi dan hubungan dengan dasar LP yang sedang ditangani Polda Riau atas tersangka (Pemohon I dan Pemohon II) dan selayaknya lah jika Kepolisian Polda Riau tetap memaksakan perkara tersebut untuk diproses maka harus menunggu hasil upaya hukum yang ditempuh Pemohon I dan II melalui lembaga peradilan; 
 
g. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka tidak dapat dikatakan Pemohon dapat kenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Jo Pasal 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti halnya dilakukan Termohon kepada Pemohon.
 
E. PENGEMBALIAN BERKAS DARI KEJAKSAAN KE KEPOLISIAN DALUARSA (TIDAK SAH)
 
1. Bahwa berdasar pada Pasal 138 ayat (2) KUHAP dinyatakan bahwa Penyidik wajib melengkapi berkas perkara dalam waktu 14 (empat belas) hari.
 
2. Bahwa diketahui pengembalian berkas perkara oleh Kejaksaan Tinggi Riau (P-19) telah terjadi dua kali. 
 
 Pertama pada tanggal 09/02/2023 penyidik telah mengirimkan berkas perkara ke Jaksa dan pada tanggal 24/02/2023 jaksa mengembalikan berkas perkara;
 Kedua pada tanggal 08/05/2023 penyidik telah mengirimkan berkas perkara ke Jaksa dan pada tanggal 19/05/2023 Jaksa kembali mengembalikan berkas perkara;
 
3. Bahwa dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana diperintahkan oleh Kejaksaan Tinggi Riau dan berdasar pada Pasal 138 ayat (2) KUHAP, Termohon tidak dapat melengkapi kekurangan berkas perkara dengan sebagaimana mestinya dimana melebihi jangka waktu yang ditentukan yakni maksimal 14 (empat belas) hari. Apabila merujuk kepada pengembalian berkas perkara untuk kedua kalinya pada tanggal 19/5/2023 maka terdapat tenggang waktu 5 (lima) bulan guna melengkapi berkas perkara dari Kepolisian kepada Kejaksaan hingga saat sekarang
 
4. Bahwa kuat dugaan telah terjadi PENYALAHGUNAAN kewenangan dikarenakan kuat dugaan Penyidik dalam melengkapi kekurangan berkas Perkara kepada Kejaksaan Tinggi Riau dikarenakan telah melebihi jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana ditentukan dalam Pasal 138 ayat (2) KUHAP (kurang lebih 5 bulan dalam melengkapi kekurangan berkas Perkara)
 
5. Berdasar pada analisa diatas, maka jelas penyerahan berkas perkara dari Termohon kepada Jaksa Penuntut Umum adalah cacat hukum, mengingat telah melewati jangka waktu yang telah ditentukan oleh KUHAP, untuk itu penetapan tersangka terhadap Pemohon tidak sah.
 
Bahwa berdasarkan pada uraian Hukum dan fakta-fakta Hukum diatas, Pemohon mohon kepada  Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memberikan putusan sebagai berikut :
Primair:
1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Pekanbaru berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan ini;
3. Menyatakan penyidikan terhadap Laporan Polisi Nomor: LP/520/XI/2022/SPKT/Polda Riau, tanggal 03 November 2022 sesuai surat perintah penyidikan Nomor: SP.Sidik/ 152/ XI/ RES. 1.11./ 2022, tanggal 15 November 2022 yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon adalah tidak sah;
4. Menyatakan Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon terhadap diri Pemohon sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/520/XI/2022/SPKT/Polda Riau tanggal 03 November 2022 sesuai  surat perintah penyidikan Nomor: SP.Sidik/ 152/ XI/ RES. 1.11./ 2022, tanggal 15 November 2022 adalah tidak sah;
5. Menyatakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/520/XI/2022/SPKT/Polda Riau tanggal 03 November 2022 dan sesuai  surat perintah penyidikan Nomor: SP.Sidik/ 152/ XI/ RES. 1.11./ 2022, tanggal 15 November 2022 adalah tidak sah;
6. Menyatakan TIDAK SAH segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon;
7. Memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan atas diri Pemohon terhadap Laporan Polisi Nomor: LP/520/XI/2022/SPKT/Polda Riau tanggal 03 November 2022 sesuai surat perintah penyidikan Nomor: SP.Sidik/ 152/ XI/ RES. 1.11./ 2022, tanggal 15 November 2022;
8. Memerintahkan Termohon untuk mengembalikan dan memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan, harkat, martabat serta nama baik Pemohon;
9. Menghukum dan memerintahkan Termohon untuk mengumumkan putusan ini dalam semua media cetak dan media elektronik yang ada di Provinsi Riau secara khusus dan Indonesia secara umum;
10. Memerintahkan agar Termohon mengeluarkan/membebaskan Pemohon I dan Pemohon II dari tahanan/Rumah Tahanan Dittahti Polda Riau;
11. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan Hukum yang berlaku;
 
Apabila Yang Terhormat Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Pihak Dipublikasikan Ya