Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PEKANBARU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
27/Pid.Pra/2023/PN Pbr PT CENTRAL WARISAN INDAH MAKMUR DIREKTORAT PENEGAKAN HUKUM PIDANA PADA DIREKTORAT JENDERAL PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN RI CQ GAKKUM LHK SUMATERA SEKSI WILAYAH II PEKANBARU Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 12 Des. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 27/Pid.Pra/2023/PN Pbr
Tanggal Surat Senin, 11 Des. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1PT CENTRAL WARISAN INDAH MAKMUR
Termohon
NoNama
1DIREKTORAT PENEGAKAN HUKUM PIDANA PADA DIREKTORAT JENDERAL PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN RI CQ GAKKUM LHK SUMATERA SEKSI WILAYAH II PEKANBARU
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

  1. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA
  1. Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Bidang Kehutanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Ayat (2) Jo Pasal 50 Ayat (3) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana Diubah Dalam Paragraf 4 Pasal 36 angka 19 Pasal 78 Ayat (3) Jo Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Di Desa Pendalian Kecamatan Pendalian IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau kepada Pemohon adalah tidak berdasarkan bukti yang cukup;
  2. Bahwa Pemohon diambil Keterangan sebagai saksi Pada tanggal 5 Desember 2023 di Kantor Seksi Wilayah II Pekanbaru Balai Gakkum Wilayah Sumatera sekira Pukul 10.00 Wib, kemudian pada Pukul 14.00 Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka, sebagaimana Surat Ketetapan Nomor:SP.Tap.08/PHPLHK-TPK/PPNS/12/2023 tanggal 5 Desember 2023 Tentang Peralihan Status Dari Saksi Menjadi Tersangka dan diambil Keterangannya, namun tidak sampai selesai;
  3. Bahwa sebagaimana diketahui Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka adalah dengan dugaan Tindak Pidana bidang Kehutanan berupa “Setiap Orang dilarang mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki Kawasan Hutan secara tidak sah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Ayat (2) Jo Pasal 50 Ayat (3) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana Diubah Dalam Paragraf 4 Pasal 36 angka 19 Pasal 78 Ayat (3) Jo Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Di Desa Pendalian Kecamatan Pendalian IV Koto, kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, akan tetapi, Termohon tidak pernah menyampaikan kepada Pemohon tentang dimana persisnya Lokasi Kawasan Hutan yang dimaksud oleh Termohon tersebut, dan berada pada titik koordinat berapa perihal tersebut, oleh karena Termohon tidak pernah melakukan olah Tempat Kejadian Perkara yang dimaksud olehnya dalam Tindak Pidana yang disangkakan kepada Pemohon, dan lahan ulayat Adat Desa Pendalian yang Pemohon kerjakan tersebut bukan berada didalam Kawasan Hutan sebagaimana Peta No. 903 Kementerian Kehutanan R.I, dan tidak termasuk kedalam Kawasan Hutan sebagaimana yang dimaksud oleh Termohon tersebut;
  4. Bahwa Pemohon tidak pernah melakukan Tindak Pidana sebagaimana yang disangkakan oleh Termohon kepada Pemohon tersebut, hal mana Pemohon melakukan Kegiatan Pembukaan Perkebunan adalah diatas tanah Ulayat adat Desa Pendalian yang merupakan bekas perkebunan Karet milik Masyarakat Adat Desa Pendalian yang terletak di Desa Pendalian sebagaimana Surat Permohonan dari Pengurus Koperasi Karya Melayu Sejati Desa Pendalian tanggal 20 Januari 2022, dan telah ada Kesepakatan bersama antara Pemohon dengan Koperasi Karya Melayu Sejati Desa Pendalian tanggal 14 Februari 2022, dan lahan tersebut adalah berada pada area Penggunaan Lain, bukan berada Pada Kawasan Hutan sebagaimana sangkaan dari Termohon;
  5. Bahwa Lahan Ulayat Adat Desa Pendalian yang dikerjakan oleh Pemohon tersebut belum pernah ada dilakukan Tata batas Kawasan Hutan, dan juga belum pernah ditetapkan sebagai Kawasan Hutan oleh Pemerintah Republik Indonesia, dan hingga saat ini belum ada Penetapannya dari Kementerian Kehutanan R.I untuk itu;
  6. Bahwa terdapat tahapan untuk Penetapan suatu Kawasan Hutan, yakni Penunjukkan, Penata Batas, Pemetaan, dan Penetapan, sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang nomor 41 Tahun 1999 menyatakan “Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui proses sebagai berikut”:

a. Penunjukan kawasan hutan,

b. Penataan batas kawasan hutan,

c. Pemetaan kawasan hutan, dan

d. Penetapan kawasan hutan

  1. Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang cukup yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan Tindak Pidana bidang Kehutanan berupa “Setiap Orang dilarang mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki Kawasan Hutan secara tidak sah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Ayat (2) Jo Pasal 50 Ayat (3) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana Diubah Dalam Paragraf 4 Pasal 36 angka 19 Pasal 78 Ayat (3) Jo Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Di Desa Pendalian Kecamatan Pendalian IV Koto, kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, kepada Pemohon, mengingat dalam pemeriksaan oleh Termohon, Termohon selalu mendasarkan pada alat bukti Dugaan Tindak Pidana yang dilakukan di Kawasan Hutan secara tidak sah, sementara Termohon sendiri tidak bisa membuktikan bahwa lahan yang dimaksudnya tersebut merupakan Kawasan Hutan, dan tidak pernah bisa menunjukkan tentang Penetapan Kawasan Hutan dimaksud kepada Pemohon;
  2. Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Termohon yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan hal tersebut merupakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon.

 

  1. PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN DENGAN KOPERASI KARYA MELAYU SEJATI

 

  1. Bahwa Pemohon dalam melaksanakan pengerjaan pembangunan perkebunan diatas tanah ulayat adat Desa Pendalian adalah berdasarkan Surat Permohonan dari Pengurus Koperasi Karya Melayu Sejati Desa Pendalian tanggal 20 Januari 2022, dan telah ada Kesepakatan bersama antara Pemohon dengan Koperasi Karya Melayu Sejati Desa Pendalian tanggal 14 Februari 2022, dan lahan tersebut adalah berada pada area Penggunaan Lain;
  2. Bahwa Terhadap Kesepakatan bersama antara Pemohon dengan Koperasi Karya Melayu Sejati tersebut telah memunculkan perikatan antar kedua belah pihak, untuk itu hubungan hukum antara kedua belah pihak merupakan hubungan hukum yang bersifat keperdataan;
  3. Bahwa sebagaimana tertuang dalam Poin b dalam Kesepakatan Pemohon dengan Koperasi Karya Melayu Sejati yang menyatakan bahwa “Koperasi karya melayu Sejati adalah pengelola tanah ulayat, bertanggungjawab atas Legalitas dan keabsahan lahan yang menjadi obyek perjanjian ini, Perusahaan dibebaskan dan tidak dilibatkan dan tidak ada kewajiban jika ada masalah legalitas lahan yang muncul dikemudian hari setelah pengikatan perjanjian”, sehingga sangat jelas bahwa Pemohon hanya sebagai pelaksana saja, dan jika ada persoalan tanah ulayat adat Desa pendalian tersebut yang berbenturan dengan Kawasan Hutan maka harus dilakukan terlebih dahulu Penata Batas Kawasan Hutan dan haruslah ada Penetapan Kawasan Hutan dari Kementerian Kehutanan R.I atau adanya Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan lahan tersebut merupakan Kawasan Hutan;
  4. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Pemohon tidaklah dapat dikenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Tindak Pidana sebagaimana yang disangkakan oleh Termohon tersebut.

 

  1. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
  1. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;
  2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri;
  3. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati;
  4. Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’;
  5. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang.
  6. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas);
  7. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan;
  8. Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku, sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
  • “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
  • Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
  1. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

III. PETITUM

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

  1. Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan Penetapan Pemohon sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Bidang Kehutanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Ayat (2) Jo Pasal 50 Ayat (3) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana Diubah Dalam Paragraf 4 Pasal 36 angka 19 Pasal 78 Ayat (3) Jo Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Di Desa Pendalian Kecamatan Pendalian IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau kepada Pemohon oleh Penyidik Direktorat Penegakan Hukum Pidana Pada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan R.Isebagaimana Surat Ketetapan Nomor:SP.Tap.08/PHPLHK-TPK/PPNS/12/2023 tanggal 5 Desember 2023 Tentang Peralihan Status Dari Saksi Menjadi Tersangka adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
  4. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
  5. Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Cq Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Cq Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya